Waterbender Story : "Koprol"

     Gue masih PKL hari ini. Masih menjalani hari-hari gue seperti biasa. Menjadi analis kimia di perusahaan pengolahan air terbesar di Kabupaten Bogor (karena Cuma satu-satunya). Rutinitas baru yang lumayan asyik. Pekerjaan di laboratorium gak menyimpang dengan yang gue pelajarin di sekolah. Gue beruntung. Tidak seperti temen gue yang PKL malah ngurusin tiket pesawat artis. Entah hubungannya apa. Mungkin di pikiran si bos, jika yang membeli tiket pesawatnya seorang analis kimia. Tiketnya akan lebih murah. Dia lupa pekerjaan itu gak ada nyambungnya sama pelajaran di sekolah.

    

     Menuju ke tempat PKL gue selalu melewati sebuah Sekolah Dasar. Seperti umumnya Sekolah Dasar yang lain. Pemandangan yang disajikan yaitu anak-anak yang sedang asyik bermain. Kepala mereka masih ringan karena belum terlalu memikirkan apa itu tugas. Tugas memang makin bertambah seiring tingkatan kelas. Seperti gue dulu waktu masih TK dan mau masuk ke SD. Waktu TK gue belum pernah dikasih PR (pekerjaan rumah). Saat waktu mau masuk SD, guru TK gue bercerita sedikit tentang SD itu seperti apa. Dia bilang di SD gak ada yang namanya mainan seperti prosotan,ayunan,atau yang paling gue suka.. tanah basah. Temen gue yang maniak banget sama permainan di TK sampe ada yang histeris nangis dan meluk mamanya. Gue gak nangis, karena waktu itu gue gak pernah naik prosotan. Takut. Kalo naik gue juga dari bawah. Bukan dari tangganya. Guru TK gue juga bilang kalo di SD itu tugasnya akan banyak dan akan ada yang namanya PR. Gue waktu itu sering nonton Doraemon dan mendengar Nobita dan juga PR nya. Gue langsung ngomong “Wah keren.. Ntar jadi kayak nobita gitu ya bu?”. Omongan gue cukup kenceng dan di dengar oleh seluruh teman gue di kelas. Semua bengong dan menatap gue sinis. Kecuali temen gue yang maniak mainan tadi. Dia masih menangis di ketek ibunya. Mungkin karena ketagihan mencium ketek ibunya yang wangi lavender.

      Waktu SD memang banyak tugas. Tapi gak sebanyak tugas gue sekarang. Mungkin kalau anak SD udah dikasih tugas sebanyak gue. Mereka akan bilang “Ma,aku gak mau di SD lagi deh. Maunya di TK,soalnya di TK ibu gurunya cantik”. Oh maaf itu anak SD yang pergaulannya salah. Maksud gue. “Ma,aku udah gak tahan sama tugas tugas ku. Otak ku ingin meledakk!!” Lalu tiba-tiba bunyi “duaar”. Anak SD memang masih belum banyak tugas. Bermain jadi santai. Dulu gue suka bermain dengan temen-temen gue. Tapi gue selalu jadi underdog (gak jago). Misalnya waktu main lompat karet. Gue selalu kalah padahal baru sampai tinggi pundak. Atau waktu main gundu. Temen gue yang jago bisa dengan modal satu gundu dan setelah main gundu dia jadi seplastik penuh karena menang taruhan. Sedangkan gue kebalikannya. Atau waktu gue main benteng. Bertanding dengan kelas sebelah. Gue selalu jadi tawanan. Baru diselametin udah kena lagi. Gue emang payah. Tapi dengan itu gue jadi mau berlatih agar gue berubah. Yang tadinya main karet cuma kuat sampe pundak. Setelah berlatih gue bisa sampai sekepala. Yang tadinya main gundu kalah. Setelah gue berlatih, gue seri. Gue modal 5 gundu dan pulang dengan 5 gundu. Dan yang tadinya gue main benteng selalu jadi tawanan. Sekarang engga lagi. Karena gue diem aja di benteng. Gak maju-maju.

     Waktu kelas 4 SD temen-temen gue yang sedikit absurd (lebih absurd gue sih) menemukan permainan baru yang menguras adrenaline dan juga mengasah ketangkasan. Yaitu berdiri dengan tangan dibawah dan kedua kaki di atas atau sering disebut “Koprol” . Penemu permainan ini yaitu salah satu temen kelas gue yang namanya Rezal. Rezal diinspirasi dari gerakan break dance yang populer waktu itu. Dia akhirnya mengikuti,memodifikasi sedikit,dan menyebarkannya di sekolahan terutama di kelas gue. Cowo di kelas gue bisa  koprol semua. Kecuali gue. Bahkan sebagian cewek saja sudah bisa.

Melihat gue yang gak bisa koprol ,Rezal si penemu olahraga absurd ini prihatin dan menegur gue.

     “Lu gak bisa koprol han?”

     “Emm itu.. bisa sih..”

     “Coba gue liat. Lu koprol depan gue.”

     Gue sedikit panik saat disuruh koprol. Tapi karena udah disuruh, akhirnya gue mulai koprol dengan posisi awal kedua tangan gue di lantai dan mencoba mengangkat kedua kaki gue. Satu.. Dua.. Tiga.. gue menghitung dalam hati. Dihitungan ketiga gue mencoba mengangkat kaki gue sekuat tenaga. Tapi gak terangkat. Gerakan gue jadi seperti katak yang kaki depannya rematik. Rezal pun ngetawain gue.

     “Hahahaha. Lu kayak kodok han. Coba lu latihan lagi deh. Kalo belum bisa. Coba nempel di dinding dulu. Ntar lama-lama bisa kalo tanpa dinding.”

     “Oh gitu ya.. gue coba deh ntar zal.”

     “Iyaa. Masa penemunya gue tapi lu gak bisa koprol. Lu kan temen sekelas gue. Hehe”

Omongan Rezal dan gue seperti penemu mobil dan orang yang gak bisa nyupir mobil. Bedanya kita sedang membahas olahraga absurd yang disebut “Koprol”.

     Walaupun absurd. Gue mengikuti kata Rezal. Di rumah gue berlatih koprol . Tempatnya pun berganti-ganti. Kadang gue koprol di dinding kamar. Di dinding ruang tamu. Di dinding rumah tetangga juga pernah. Akhirnya saat mencoba tidak menempel dinding. Gue bisa. Gue bisa koprol sekarang. Kalau waktu itu udah ada twitter mungkin foto gue lagi koprol udah gue twitpic dan gue mention temen-temen gue. Tapi sayang waktu itu google aja masih jarang dibuka. Yang jelas gue bangga banget hari itu. Gue bisa koprol. Gue serasa menjadi laki-laki sejati walaupun saat itu gue belum disunat.

     Hari esoknya di kelas saat istirahat. Rezal menyelenggarakan latihan koprol rutin dengan teman-teman sekelas. Termasuk gue. Gue selalu dipantau Rezal perkembangan daya koprol gue sudah sampai mana. Semua temen gue udah pada bisa koprol. Bahkan sudah ada yang jago. Tapi tidak sejago Rezal. Jago atau tidaknya orang dalam berkoprol ditentukan dari lamanya dia berdiri dengan tangan di bawah. Mengatur keseimbangan badannya. Teman gue ada yang sampai tiga menit. Empat menit. Tapi Rezal bisa sampai  15 menit. Waktu itu gue berpikiran bahwa Rezal pernah jadi pemain sirkus Rusia. Melihat temen-temen gue yang lama koprolnya gue makin takjub. Soalnya waktu itu gue koprol cuma bertahan 1 menit kurang 20 detik.

     Temen –temen gue bergiliran berkoprol di depan kelas. Masing masing dihitung berapa lama kemampuan bertahannya. Tiba pada giliran gue yang koprol. Gue bersiap dengan posisi awal tangan masih diatas. Ini ternyata posisi yang benar menurut Rezal. Satu.. dua.. tiga.. dihitungan ketiga gue menjatuhkan tangan gue dan mengangkat kaki gue keatas. Dan.. gue berhasil koprol di depan temen-temen gue. Semua bersorak. Bersorak karena satu-satunya cowok di kelas yang gak bisa koprol akhirnya bisa koprol. Koprol gue terasa lama waktu itu. Padahal baru lima detik. Tiba-tiba gue kehilangan keseimbangan. Kaki gue bergerak ke arah berlawanan dari tempat gue berdiri tadi. GUBRAAK. Gue jatuh dengan punggung duluan. Gue mengerang. Semua yang tadinya bersorak malah tertawa. “Sialan lo” kata gue dalam hati.

     Tapi Rezal menghibur gue. Menurut dia progress gue dalam berkoprol lumayan pesat. Gue bisa belajar koprol hanya dalam sehari (yaiyalah koprol doang). Namun diakhir pembicaraan gue dan Rezal. Puncak keabsurdan itu terjadi.

     “Han,kelas sebelah juga udah pada bisa koprol. Gue udah ngajak ngadu lama-lamaan koprol sama mereka. Lu ikut ya besok.”

     “Hmm gimana ya.. gue kan belum terlalu bisa zal.”

     “Harus ikut pokonya. Latihan lagi yee.. kalo bisa sekarang di depan kaca. “

     “Lah? Kalo pecah kacanya gimana??” Gue panik

     “ Enggalah. Nih liat.. (dia nyontohin koprol menyender ke kaca) gak pecah kan? Itu karena kita berkoprol harus dengan perasaan han.”

     

Ini dia Koprol. Bedanya kalo gue gak pake jas.

 Adegan gue dengan Rezal seperti pelatih kungFu dengan muridnya. Gue akhirnya yakin mau ikut tanding koprol besok (cielah tanding).

     Keesokannya gue dan teman-teman sekelas gue berlatih koprol bersama. Semuanya berlangsung biasa. Sampai ketika waktu gue mau berlatih di depan kaca sesuai kata Rezal. Belum mengangkat kaki gue tiba-tiba sudah berbunyi “Prangg!!”. Sebuah kaca pecah terkena kaki pengkoprol kelas gue yang sedang latihan. Awalnya gue kira gue yang mecahin. Tapi gue belum koprol waktu itu. Untungnya temen gue gak terluka. Hanya saja orang tuanya jadi dipanggil kepala sekolah. Semua panik. Pertandingan koprol antar kelas terpaksa dibatalkan.

      Kesimpulan dari yang pernah gue alami waktu itu adalah Kita boleh koprol,tapi jangan di depan kaca. Walaupun koprol bisa dengan perasaan,perasaan kadang tidak stabil. #eaaaa