Bukan Bau Badan Saya

    Gue gak setiap hari di mess. Karena hari Sabtu dan Minggu, pasti gue pulang ke rumah gue di daerah Cibinong, Bogor. Alasannya jelas, untuk memperbaiki pernafasan karena di Jakarta udaranya udah dipenuhi polusi. Dan juga memperbaiki gizi. Karena bagi anak mess, daging ayam hanya mitos yang terwujud di awal bulan.

   Oleh karena itu, gue tertinggal satu berita mencengangkan yang terjadi di mess Merah. Di postingan kemarin gue cerita tentang pengalaman salah satu temen mess gue, yang ngerasain hal horror di mess merah. Dan itu terjadi lagi.

     Di sebuah pagi di hari Sabtu, tidak biasanya gue ke mess. Tapi hari itu gue ke mess karena gue mau pergi kuliah tapi kepagian (gue selalu kepagian). Jadi gue pengen tidur dulu di mess. Tapi niat itu gue urungkan. Ada yang lebih menarik. 

     Gue masuk ke mess. Di ruang depan ada Putra dan Hardi yang lagi duduk – duduk. Di dapur ada Dias lagi masak mie. Entah ini mie ke berapa dia hari ini. Kadang dia lebih sering makan mie daripada bernafas (anjrit lebay). Gue masuk ke kamar untuk menaruh tas. Setelah itu gue keluar lagi. Ngobrol di ruang tengah bareng Putra dan Hardi. Oh iya lupa. Satu penghuni mess lainnya (yang pendiem dan nafasnya aja mode silent) si kamvryet ada di kamar.

“Tumben mas, ke mess?” Putra membuka pembicaraan

“Iya, gue mau ke kuliah tapi kepagian.”

“Oh gitu, mas, nyium bau aneh gitu gak mas?”

Mulai dari pertanyaan Putra yang ini, gue mulai tersontak kaget (cielah tersontak).

“Engga, emang ada apa put?”

“Sini mas ikut saya..”

     Dan di perkataan yang ini gue mulai menebak – nebak. Gue berpikir Putra akan menuntun gue ke kamar belakang, dan sampai sana di bilang

“Ini mas tukang sate yang di depan, saya baru tusuk pakai piso. Habis kalau bakar sate, asapnya sampai sini.” *suasana thriller*

Tapi itu cuma pikiran gue aja yang keseringan nonton pelem horror amerika. Gue diajak Putra ke ruang tengah. Tepat disitu dia berhenti dan bilang.

“Coba mas endus disini. Ya, tepat di bawah kursi ini.”

Ucapan Putra barusan, membuat kesan gue seperti anjing pelacak brimob. Tapi seperti terhipnotis gue langsung ngendus – ngendus di bawah kursi ruang tengah. Dan baru endusan pertama, gue udah ngerasain kayak ada aroma kematian masuk ke paru – paru gue. Aroma semacam bangkai. Di lantainya juga kotor. Seperti ada bekas darah.

“Buset bau apaan nih? Lu gak boker disini kan put?”

“Engga kok mas, mana mungkin saya boker disitu. 

(jeda agak lama)

Oh iya, boker itu apa mas?” Ternyata dia gak tahu arti boker.

“BUANG AIR BESAR..”

“Ooooh, engga mas.” Ucap Putra dengan nada yakin.

“Jadi ini apa?”

“begini mas ceritanya”

Putra memulai ceritanya dengan gaya mirip dalang. Tapi kurang lengkap karena dia gak pake blangkon. Dia melanjutkan.

“Kemarin sewaktu saya memasak di dapur. Saya mencium bau busuk. Saya kira dari ketek saya. Ternyata bukan. Ketek saya baunya lebih busuk. Awalnya saya mengira bau itu disebabkan dari atas atap, mungkin ada tikus yang mati. Tapi pas saya telusuri baunya, ternyata sumbernya dari ruang tengah.”

“Wih jago lu bisa ngendus bau gitu. Kenapa gak masuk brimob aja. Jadi bagian pelacak? Haha” Maksud gue bercanda.

“Engga bisa mas, kan saya belum lulus SMA.” Dia menganggap gue serius.

“Bau itu terus saya ikuti sampai ke ruang tengah.” Dia melanjutkan cerita

“Sesampainya di ruang tengah..... (jeda agak lama. Putra mengatur ritme nafasnya. Dia dalang yang jago) SAYA NGELIAT ADA BANGKAI KUCING MATI MAS.”

*gue shock. Hampir pingsan. Tapi gamau, soalnya nanti telat kuliah (?)*

“Seriusaan?”

“Iya mas, keadaanya udah mengenaskan, badannya menggembung. Belatung di sekitarnya.”

“Terus sekarang kucingnya lu taro mana? Ga dijadiin steak kan?”

“Engga lah mas. (jeda) Oh iya, steak itu apa ?”

Gue nepok jidat.

“Steak itu daging yang dipotong ukuran gede.”

“Ohh, engga mas. Kucingnya saya udah kubur di depan. Di bawah pohon rambutan yang gede itu. Saya tandain pakai batu diatasnya. Biar kalau ada yang mau ngubur kucing lagi. Jangan disitu.”

“Bagus kalau gitu. Sekarang kita bersihin dulu ini bekasnya. Bau banget.”

Gue dan Putra memanggil penghuni mess lain buat bantuin ngebersihin bekas TKP kucing mati ini. Kecuali kamvryet tentunya. Dia sedang asik nonton laptop di kamar. Gue tebak, pasti dia lagi nonton drama korea. *suudzon mode on*

     Kita membagi tugas pembersihan. Gue kebetulan dapet yang preparasi. Maksudnya tahap awal dalam pembersihan.

“Sebelum bersihin. Kita pastikan bakterinya udah pada mati dulu. Jadi pertama, harus dikasih por*tex ini. Bahan aktifnya clor, jadi bisa sebagai antiseptik.” Ucap gue sotoy belaga ngerti padahal sering remed kimia.

Yang lain hanya mengangguk. Tidak ada yang mau membantah seperti mengatakan

“Emang EEAA mas?”

     Mereka takut gue tersinggung dan mengguyur mereka dengan porste* yang ada di tangan gue. Setelah gue kasih antiseptik. Barulah dibersihkan. Diberi pewangi. Dan ruang tengah kembali berbau seperti sewajarnya.

     Urusan bekas TKP selesai. Tapi kasus ini belum. Bagaimana seekor kucing bisa mati? Oh iya, itu takdir. Maksud gue kenapa matinya harus di ruang tengah mess gue yang serem ini? Biar tambah serem, gitu?

     Akhirnya gue berunding dengan para penghuni mess. Hasil rundingannya yaitu kucing itu adalah kucing yang suka mejeng depan mess. Terlihat dari warna bulunya yang putih dengan corak hitam. Tapi kenapa dia bisa masuk mess dan mati di ruang tengah, itu masih misteri. Memang sih,hari jum’at sore, sebelum gue pulang ke rumah gue di Cibinong. Gue liat ada kucing di depan pintu mess, diem aja. Gue kira dia emang jenis kucing cool yang pendiem. Ternyata mungkin dia sedang sakit. Tapi gue gak peka. Kalaupun gue peka, gue gak tau mau ngasih obat apa ke kucing itu. Satu satunya obat yang ada di mess cuma tolak angin. Gue gak bisa ngasih itu ke kucing. Karena tolak angin hanya untuk orang pintar (?)

     Kesimpulannya kucing yang mati di ruang tengah adalah kucing yang sering mejeng di depan mess dan mati karena sakit. Tapi alasan kenapa dia memilih ruang tengah mess gue sebagai tempat kematiannya masih misteri. Sabtu sore hari itu, gue berangkat ke kampus. Rasa penasaran akan kematian kucing itu masih ada di kepala gue. Ada niat untuk menanyakan ke dosen. Kali aja dia tahu.

Salam Crispy.