Tes satu dua tiga. Apa kabar semuanya? *uhuk* *uhuk* *uhuk*. Buset. Saking lamanya gak nulis, blog gue jadi banyak debunya. Gak tebel tebel banget sih debunya. Cuma sebetis bayi aja. Bayi Tirek. Ya mungkin gue memang dilahirkan bukan sebagai penulis. Tapi sebagai penunda. Ide sih ada, tapi entar entar terus. (alasan klasik penulis gagal).
Tapi di tulisan ini bukan ngebahas soal disiplin kepenulisan gue, atau pun betis bayi tirek segede apa. (ya gak penting juga sih buat dibahas). Tapi ini tentang apa yang gue liat kemarin subuh. Sesuatu hal yang gue kira udah punah sejak ditemukannya handphone yang gaada tombolnya, tapi bisa buat ngetik SMS. Gue pikir hal hal seperti ini udah gak ada semenjak tongsis sudah merajalela. (gak ada hubungannya sih)
Gue berangkat kerja dari rumah gue ke kantor sekitar jam 5 pagi padahal masuk jam 7.30. Itu gue lakukan tiap hari senin. Di hari - hari lainnya gue berangkat jam 7 karena gue dapet mess. Di hari senin kemarin, tepatnya di Jalan raya Lenteng Agung arah Pasar Minggu gue melihat sesuatu yang bikin gue kaget. Ya betul, gue ngeliat nabillah JKT48 ngejar - ngejar gue minta dikawinin (?).
Eh maap, tadi gue kena delusi mendadak. Pagi itu jalanan relatif sepi, gue cuma melihat beberapa mobil yang lewat, sisanya motor mendominasi. Ada juga beberapa bis yang sudah mulai mengambil penumpang (entah dia ngambilnya izin dulu apa engga). Dari beberapa bis yang ada, ada satu bis yang menarik perhatian gue. Jalannya melambat, entah ada apa. Mungkin di depannya ada ranjau darat.
Tapi dari kejauhan, gue lihat kayak ada yang ketabrak di bagian belakang bis. Ada orang dalam posisi jatuh. Karena gue penasaran (alias kepo permanen) gue memperlambat motor gue. Gue liat pelan - pelan apa yang terjadi. Saat itu, suasana subuh yang dingin menjadi lebih dingin dari biasanya. Pas gue cek, ada yang masukin es batu ke punggung gue. Enggak ding.
Ternyata yang jatuh itu seorang anak laki - laki. Memakai seragam SMA. Umurnya berarti sekitar lima belas sampai tujuh belas tahun. Gue gak tahu pasti, soalnya gue belum fudul FB nya. Wajah cowok itu kelihatan anak yang baik baik. Harusnya dia berangkat sekolah pagi ini. Tapi malah tiduran di jalan.
Kenapa malah tidur di jalan? apakah dia anak jalanan? (langsung keputer lagu Al Ghazali - Lagu Galau).
Setelah mengamati lebih lanjut, gue baru tahu, anak yang tersungkur di jalan itu karena di dorong anak SMA lain yang ada di dalam bis. Gue bingung lagi (season 2). Kenapa di dorong ya? apakah ini sebuah implementasi dari semboyan pendidikan "Tut Wuri Handayani" (mendorong dari belakang). Gue tiba tiba waras dan berpikir, pasti bukan itu alasannya.
Dan ternyata adegan selanjutnya adalah jawabannya. Setelah jatuh. Anak SMA itu langsung berdiri dan meneriaki anak SMA lain yang ada di dalam bis. Yang gue denger sih teriaknya kayak gini "Woy sini lu turun kalo berani..". Gue kaget. Ini kenapa main Truth or Dare di jalan.
Ternyata bukan permainan itu. Beberapa anak SMA yang ada di dalam bis mengeluarkan sebagian badannya, ekspresi wajahnya senang sambil meledek. Matanya keatas kebawah. Persis orang kesurupan biawak mabok. Tangannya mengacungkan jari tengah ke arah anak SMA yang jatuh ke jalan. Itu melengkapi tarian ngocol mereka dari dalam bis.
Kali ini gue menarik kesimpulan, anak cowok itu jatuh di dorong oleh anak cowok SMA yang lain dari dalam bis (yaiyalah, kalo dari luar mah ditarik). Pastinya, mereka beda sekolah (dan beda orang tua). Dan sekolah mereka saling berseteru. Klasik. Kisah klasik di zaman sekolah selain cinta. Perang antar sekolah, atau berantem di dalem sekolah.
Gambar contoh ekspresi orang yang sedang (kebelet) tawuran. Source Google |
Untungnya gue dulu sekolah di sekolah yang syahdu. Boro boro tawuran, nongkrong - nongkrong sepulang sekolah aja gak sempet. Tempat paling sering dibuat nongkrong adalah Toilet. Ya paling engga nongkrong di toilet gak bikin keributan. Kecuali toilet dipakai dalam keadaan terbuka.
Sekolah gue boro - boro diajak tawuran. Katanya sih mungkin karena takut disiram air keras sama anak sekolahan gue. Padahal kan air keras itu es batu (?). Ada artikel menarik yang ditulis tentang kenapa sekolah gue gak tawuran disini.
Entah untuk apa harus ada tawuran antar sekolah. Gue gak pernah liat orang menang tawuran dapet piala. Yang ada dapet jaitan di kepala karena palanya bocor alus. Gue gak pernah liat orang sukses di biografinya dituliskan kalau dia dulu pernah menang tawuran beberapa kali. Sampe - sampe di undang jadi guest star di tawuran skala daerah (?) #ngawur.
Dulu om gue (kakak dari nyokap) juga seorang yang suka tawuran saat zaman STM nya dulu (semacam SMA tapi kejuruan teknik mesin). Katanya hal itu sudah terjadi turun temurun. Jadi kakak kelas mereka menjelaskan bahwa tawuran itu hukumnya wajib. Sekolah disana itu musuh kita. Dan kata kata provokasi lain yang membuat tawuran terjadi. Bahkan katanya (kalau gue gak salah denger), senjata - senjata yang dipake buat tawuran itu si sediakan dari sekolah yang merupakan warisan dari kakak kelasnya. Buset, ini tawuran apa silperkuin cangki bar? kok gak abis abis?
Sebagai terobosan baru dalam menulis, gue akan menuliskan solusi tentang masalah yang gue jelaskan sebelumnya. Untuk masalah ini, sepertinya harus ada kerjasama antar sekolah . Ya betul, untuk membuat resmi acara "tawuran". Peraturannya gak boleh pakai senjata tajam, tangan kosong. Ada adu fisik, tapi gak ada kontak fisik. Adu fisik semacam push up seribu kali, atau skot jam sampe dengkul aus. Mereka gak akan mikirin tawuran dalam keadaan badan full keseleo.
Mungkin begitu solusi ngasal yang gue tahu. Terkadang manusia menunjukan kemampuan berkelahinya supaya di bilang "Jagoan". Padahal kalau bukan pada tempatnya, bukankah itu jadi "Bego-an?". Lagipula jagoan itu datengnya terakhir dan sendiri. Bukan abis pulang sekolah, dan rame rame sambil teriak
"Woy kalo berani maju lu. Kalo lu maju, gue mundur"
Salam Crispy.
cem ae ae ae lu bang
BalasHapus