Setelah itu,
Kak Ridwan yang ada di depan mulai beralih ke pertanyaan lain. Gue tahu mungkin
tujuan dia masuk ke kelas hanyalah untuk mengisi waktu kosong saja hari ini.
Sebelum pelajaran dimulai, mungkin besok.
“Kemarin
gimana MOS nya? Seru?” Tanya Kak Ridwan.
Jawaban
seisi kelas macam-macam.
“Seru kak.”
Kata seorang teman kelas.
“Menegangkan.”
Kata teman kelas yang lain.
Gue pun ikut
menjawab walau dalam hati. Kembali mengingat seminggu lalu. Awal ketika Masa
Orientasi Siswa dimulai. Masa pertama tidur sendiri di kosan. Masa dimana rambut gue yang jarang dicukur habis, tiba-tiba dihabiskan
begitu saja oleh tukang cukur (udah gitu, tukang cukurnya gue bayar
lagi).
---------------
Sambutan
singkat dari pembina acara MOS sudah selesai. Beliau berjalan keluar ruangan
gedung serbaguna yang saat itu masih riuh dengan tepuk tangan. Sekarang acara
ini di arahkan kembali oleh panitia yang memakai jaket almamater bermotif
kotak-kotak berwarna coklat.
“SEMUANYA,
CEPAT BENTUK BARISAN.” Kata salah satu panitia dengan tegasnya.
Semua prasa
prasi (sebutan untuk orang yang lagi di MOS) langsung berdiri. Membentuk
barisan tanpa banyak tanya lagi. Gak ada tuh yang nanya.
“Kak, ini
barisannya mau bentuk lurus, atau berjajar? Atau baris seperti lagi mau senam
poco-poco?”
Gak ada.
Yang nanya begitu mungkin kepalanya di botak sampai gak numbuh lagi.
Semuanya
langsung berdiri berusaha membentuk barisan. Suara gemuruh bentakan random
mulai dilontarkan oleh panitia. Gue gak liat mukanya satu-satu. Yang pasti nada
teriakannya sama. Gue rasa tadi malam mereka latihan untuk ini.
“Fokus Mas!
Ikutin temen yang depannya. Lurusin!!” Kata kakak panitia kepada gue.
Gue rada
bingung kenapa dipanggil Mas, padahal kan dia lebih tua.
“Ini kenapa
kakaknya tiba-tiba jadi pada galak?” tanya gue ke temen sebelah gue.
“Ya mungkin
acara utamanya udah dimulai.” Kata dia singkat sambil berekspresi
takut-cemas-dan khawatir gitu.
Gue pikir
juga begitu. Ini adalah hari pertama gue mengikuti program MOS. Sedari pagi
tadi acaranya adalah sambutan-sambutan dan perkenalan oleh kakak panitia yang
ramah dan baik hati. Gak ada bentak-bentakan. Baik banget.
Ada satu
kakak panitia yang sempet bercakap-cakap dengan gue. Cewek, rambutnya panjang,
kulit putih, berwajah oriental, senyumnya manis sekali seperti gula pasir. Gue
ditanya waktu lagi menunggu acara pembukaan di GSG dimulai. Gue menyebutnya
Kakak Jepang.
“Dari
sekolah mana?” Katanya
“Dari
Jakarta kak.”
“Oh, ngekos
apa engga?”
“Niatnya
begitu kak.”
“Oke,
semangat ya MOS nya!” kata kakak itu sambil tersenyum.
Gue juga
jadi ikut tersenyum dan semangat buat MOS. Tapi itu semua, sebelum acara utama
dimulai.
Tiga puluh
menit berlalu sampai prasa prasi sudah mulai berhenti bergerak. Barisan sudah
tidak bergeser lagi. Suara teriakan panitia sudah mulai berkurang. Dan gue
masih belum ngerti ini barisan buat apa.
“Yang
sebelah kanan gue ini, suara BASS ya. Yang ini ALTO, yang ini SOPRAN, dan yang
paling kiri ini TENOR!!” kata kakak panitia sambil menunjuk ke arah kelompok
barisan.
Gue berpikir
dia ngomong apa barusan? Bahasa Italia? Kita bakal belajar bahasa Italia?
“Sekarang
kalian semua siap siap menuju RUANGAN UTAMA ya!!”
Barisan
mulai bergerak karena perintah panitia itu. Entah akan dibawa kemana, gue ikut
aja kemana barisan kepala botak ini menuju.
“GAWAT..”
kata seorang di sebelah gue.
Orangnya
gemuk, pakai kacamata bulat model harry potter, maka sempurnalah kebulatan
kepala, badan dan kacamatanya.
“Gawat
kenapa?” Tanya gue pengen tahu. Siapa tahu dia bilang gawat karena dia kebelet
buang air besar. Kalau begitu, gue bisa langsung bilang ke panitia sebelum dia
buang muatan di sebelah gue.
“KITA BAKAL
KE RUANG PENYIKSAAN..” kata dia dengan heboh.
Gue diem.
“Bener kata
kakak gue, di MOS ini gue bakal kehilangan nyawa gue kayaknya.”
Oke ini
mulai dramatis.
Gue gak
melanjutkan percakapan gue dengan orang gempal yang ada di sebelah gue barusan.
Gue gak mau tersugesti bahwa acara MOS ini akan berakhir menyeramkan atau
bahkan bikin gue mati. Ah dasar dia aja yang lebay. Gue masih percaya
sebenernya kakak disini baik baik dan mereka cuma tegas.
Lalu
sampailah barisan Prasa-Prasi di sebuah ruangan yang luas. Dua ruangan kelas
yang dibuka sekatnya, sehingga menjadi satu. Luas sekali sampai gue kira, kita
bisa main futsal disini. Tapi mungkin bakalan bingung, karena bentuk bola dan
bentuk kepala laki-laki disini agak serupa.
Semua
Prasa-Prasi menuju tempat duduknya sesuai arahan kakak panitia bidang PJH (Penanggung
Jawab Harian). Kakak panitia ini lebih sering memasang senyum dan menggunakan
nada rendah saat bicara. Tidak seperti kakak panitia yang di GSG tadi, yang
mungkin adalah mantan rocker.
“SEMUA PJH
KELUAR!!”
Kata seorang
panitia cewek yang tiba tiba datang dari luar. Wajahnya penuh semangat seperti
orator-orator demo. Bedanya dia gak bawa spanduk aja.
Dengan nada
tinggi khas perempuan yang teriak marah, mengusir semua panitia PJH keluar
ruangan. Digantikan dengan dia dan diikuti oleh tiga orang laki-laki yang masuk
setelah kakak-perempuan-yang-tiba-tiba-masuk-ruangan-terus-teriak ini.
Totalnya
jadi empat orang yang selanjutnya mereka menyebut dirinya adalah Panitia Acara.
Mereka yang selanjutnya dengan “HANGAT” mendampingi Prasa-Prasi dalam acara MOS
ini.
“Mati gue,
mati gue. Gue pengen pulang sekarang.” Kata seorang sebelah gue. Gue gak asing
sama suaranya, dan pas gue tengok ke sebelah kiri gue. Benarlah, dia cowok
gempal yang tadi heboh di ruang GSG. Okesip, gue sama dia satu kelompok dan
sebelahan. Kita lihat sampai kapan gue akan kuat menghadapai sugesti negatif
dia.
“Perkenalkan
nama gue Fauzi Permana” kata salah seorang panitia acara yang membawa map di
depan ruangan. Suasana hening tapi kakak cewek yang tadi tiba tiba masuk itu
bilang.
“WOY MAS,
DENGERIN COWO GUE LAGI NGOMONG DI DEPAN!!”
Cowo? Oh
mereka pacaran?
“CE-O GUE
BAKAL NGASIH INFORMASI NIH. DENGERIN SEMUA!!”
Oh Ce-O,
koordinator maksudnya. Gue kira pacaran. Seru juga kalau ada adegan romeo
juliet di ruangan ini.
Tapi gue
bingung kenapa kakak itu berteriak nyuruh orang diem, padahal kita semua udah
diem? Apa mungkin kakak ini bisa mendengar semut berbicara?
“Kita
langsung ke intinya ya, jadi selama empat hari ke depan, kalian akan mengikuti
program MOS yang termasuk perkenalan sekolah dan pelatihan paduan suara untuk
hari puncak nantinya. Dan untuk di ruangan ini kami lah yang akan memandu
kalian semua.”
Percaya atau
tidak, sugesti negatif si gempal mulai berpengaruh di gue.
Setelah itu
panitia mengumumkan tugas buat besok. Aneh-aneh pake bahasa kimia.Waktu sudah
malam, tapi gue harus mesti nyempetin nyari tugas-tugas yang harus di bawa
besok. Dibantu Ibu dan Bapak juga sih.
Besoknya
kita di evaluasi di GSG, barang yang kita bawa disuruh diangkat dengan satu
tangan dan kepala harus menunduk. Ini adalah posisi dengan rasa pegal yang
nyata. Satu barang, masih oke. Dua barang, sudah mulai gemetar tangan gue.
Barang ketiga, gue gak kuat dan akhirnya sebentar menurunkan tangan.
“WOY MAS
PEGEL??” kata seorang panitia perempuan dari arah belakang gue. Gue langsung
menaikan kembali posisi tangan gue yang tadinya turun.
Gue
menebak-nebak siapa yang membentak gue dari belakang ini. Ah, pasti ini kakak
panitia acara yang ada di kelas. Dari suaranya yang sangat nyaring, dan
menepuk-nepuk gendang telinga gue dengan anarkis. Pasti ini dia.
Kemudian dia
menghampiri gue dari arah depan lalu berjongkok dan berteriak kembali.
“PEGEL MAS?”
“Sedikit
kak.” Jawab gue terbata sambil melirik ke arah wajah kakak cewek yang membentak
gue barusan.
Nafas gue
seperti berhenti sebentar. Lima detik kayaknya. Perlahan-lahan gue pandangi
kakak yang ada di depan gue. Hidungnya, matanya. Sampai ke rambutnya. Sama
persis. Gue pastikan gue gak salah lihat. Yang membentak gue adalah.
KAKAK
JEPANG!!
Dalam hati
gue bergumam. “Kakak, gak inget, ini saya yang kemarin ngobrol sama kakak. Kak,
kok jadi galak sih teriak-teriak kayak gojila. Kak. Kak. Notice me!! Notice
me Senpai!!”
“PEGEL MAS?
MAU DI PIJIT?” katanya, yang sekarang ditambah kata-kata pijit.
Sungguh
pertanyaan yang sangat membingungkan. Gue bingung harus jawab apa, tapi tangan
kanan gue emang pegel banget. Belum sempet gue jawab “Iya kak, boleh, tapi
jangan pake balsem ya.”. Kakak Jepang itu langsung berteriak seperti gojila
lagi.
“Woy semua,
ada yang pegel nih, minta dipijitin katanya!!”
Yaampun dia
memanggil kawanan panitia yang lain.
Kemudian
datang empat orang laki-laki yang mungkin mereka yang akan memijit gue. Mereka
mulai memegang pundak, ada yang memegang tangan gue. Langsung memijit-mijit
seadanya.
“ENAK
DIPIJITIN GINI?” kata seorang kakak panitia cowok.
Gue langsung
down dan gak bisa jawab apa-apa. Gue merasa apakah ini perlu untuk sebuah masa
orientasi? Apa yang diperkenalkan pada bagian ini? Cara memijit yang benar?
Hampir dua
hari sudah MOS berlangsung. Gue masih belum paham makna masa orientasi
sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.