Sudah jadi hal yang wajar di
Indonesia ketika Masa Orientasi Siswa akan ada tugas membawa barang. Tugas ini
akan disebutkan sebelum pulang pada hari sebelumnya. Dan penyebutan barang itu
tidak langsung menyebutkan barangnya, tetapi dibuat teka-teki sehingga peserta
MOS diharapkan memecahkan teka-tekinya. Gue jadi bingung, ini mau masuk sekolah
apa seleksi jadi detektip.
Pun pada sekolah kimia ini.
Sebelum pulang hari kedua, gue dan prasa prasi lainnya diberikan list tugas
membawa barang-barang. Kira-kira seperti ini listnya :
Oryza Sativa matang
Barium Sulfat matang anhidrat
Buah berasam sitrat
Susu Kapuk Baik Asli
Teh bersakarida
Selenium, Nitrogen, Dissolve Oksigen, Kalium dan pasangannya.
Gulungan kertas lembut dan suci.
Mendengar sambil menuliskan list itu yang didiktekan oleh panitia
membuat kepala gue ngebul. Dari semua list itu, yang gue tahu cuma susu kapuk,
pasti ini susu bantal. Tapi yang lain? Kenapa pada pakai istilah alien begini?
Hari pertama kemarin gak seperti ini, lebih jelas dan tanpa teka-teki.
“Silahkan diskusikan dengan teman sekelompok, apa saja barang yang akan
dibawa besok.” Kata ketua panitia acara.
Kemudian gue dan kelompok gue mulai berkumpul. Sambil masing-masing
berpikir apa saja yang akan dibawa besok. Gue pun ikutan (pura-pura mikir).
“Oryza Sativa kan padi, berarti mungkin yang ini maksudnya kita bawa
nasi” kata Sari salah seorang anggota kelompok. Diikuti anggukan gue dan
kelompok lainnya. Kami iya-iya saja, karena dipikiran hanyalah kapan bisa
pulang.
“Kalau asam sitrat itu kalau gak salah jeruk deh.” Kata Sari melanjutkan.
Kami mengangguk lagi sambil mencatat jawaban teka-teki yang dipecahkan olehnya.
“Teh bersakarida itu maksudnya teh manis, karena sakarida kalau gak
salah itu gula.” Kembali lagi Sari menebak teka-teki itu.
“Oke sip.” Gue mengucapkan satu kata tak berguna karena gak mau
kelihatan diem aja. Yang lain cuma mengangguk. Jadi gue masih mending lah
bilang oke.
“Nah sisanya kira-kira apa ya? Daritadi gue mulu nih yang nebak, kalau
salah ntar gue yang disalahin.” Sari berkata sambil melihat wajah kita
satu-satu yang sudah menampakan ekspresi lelah dan kangen kasur.
“Gulungan kertas suci itu apa ya?” kata Doni salah satu anggota
kelompok. Bukannya memberi jawaban, iya malah bertanya. Bagus, daripada diem
saja ya.
“Sejadah?” kata gue. Teman sekelompok langsung melirik gue dengan
tatapan “hah?”
“Eh bukan ya?” gue langsung menarik kata gue kembali. Setelah
mengingat-ingat gue gak pernah nemuin sejadah dari bahan kertas. Gue terkecoh
dengan kata lembut. Karena sejadah baru gue di kosan lembut banget (alasan).
“Mungkin tisu ya?” kata Doni.
“Kan tisu lembut tuh, terus bergulung. Terus suci.” Doni menambahkan.
“Tahu darimana dia suci? Jangan nilai orang dari luarnya aja. Hehe bercanda.”
Kata gue mencoba mencairkan suasana yang benar-benar padat sore menjelang
magrib itu.
“Selenium, Nitrogen, Dissolve Oksigen, Kalium dan pasangannya ini
sepertinya singkatan deh. Ada yang bawa tabel periodik?” tanya Doni. Lalu kita
sekelompok langsung memeriksa tas masing-masing. Kalau gue sih gak bawa. Tapi ikut
periksa tas aja biar ada usaha dikit.
“Ada nih.” Sari bawa tabel periodik. Sudah gue kira kalau Sari ini
memang niat dan cocok masuk sekolah ini. Kelihatannya dia pintar, suka kimia,
dan pasti setiap hari sebelum tidur dia melakukan eksperimen rahasia di dalam
kamarnya yang di dalamnya ada alat-alat laboratorium canggih, mencoba untuk
menciptakan mahluk mutan.
Oke gue capek, sampai menghayal gini.
“Selenium itu lambangnya Se. Coba catet.” kata Sari. Doni langsung
mencatat, kebetulan dia sudah memegang pulpen dan secarik kertas kecil di
tangannya.
“Nitrogen itu lambangnya N. Kalau Dissolve Oksigen itu disingkat DO, dan
Kalium itu lambangnya K.” Kata Sari sambil mengurutkan nama unsur-unsur dan
mencari lambangnya di tabel periodik.
“SENDOK” kata si gempal yang kemudian gue tahu namanya adalah Boris. Dia
sedari tadi tidak mengeluarkan suara selain suara nafasnya yang kencang, dan
mungkin bisa buat ngipasin sate.
“Betul, dan pasangannya?” tanya Doni.
“SENDOK dan GARPU !!” kita berlima kompak menyebutkan jawabannya. Ah
seperti dalam film-film detektif. Kita berusaha bersama berpikir keras
memecahkan teka-teki yang ada. Dengan tujuan besar yaitu----biar gak dihukum
besok. Sungguh tujuan yang cemen.
Sekarang tinggal satu yang belum ditebak. Yaitu “Barium Sulfat matang.”.
Gue sama sekali gak tahu itu apa. Temen kelompok gak tahu, bahkan sari juga
tidak.
Teka-teki tentang Barium Sulfat matang belum juga terpecahkan sampai
ketua panitia acara mengumumkan waktu diskusi sudah habis. Kami semua kembali
ke tempat duduk dan bersiap pulang.
Sesampainya di kosan, gue berbenah diri dan mandi. Jarang-jarang gue mau
mandi karena udara Bogor yang dingin dan rasa malas yang menyelimuti sehabis di
MOS seharian.
Selepas Isya, gue dan teman sekosan gue, Ali dan Fatur. Keluar kosan
untuk mencari barang tugas untuk besok. Udara dingin Bogor yang habis hujan
tidak menyurutkan semangat kita untuk menyiapkan tugas. Salah satu motivasinya
adalah agar tidak dihukum panitia besok.
Kami bertiga menyusuri jalan-jalan di Ciheuleut, Bogor. Menghampiri
minimarket dan membeli beras, teh manis, jeruk, susu bantal, dan tisu. Sendok
dan garpu sudah ada di kosan. Berarti sekarang semua sudah lengkap kecuali
teka-teki terakhir yang belum ketebak yaitu “Barium Sulfat matang”.
“Eh lu tahu gak sih Barium Sulfat matang apaan?” Gue nanya ke Ali.
“Gak tahu. Ntar mau nelpon kakak gue dulu.”
“Kakak lu alumni?”
“Iya.”
Enak sekali Ali punya kakak seorang alumni. Pastinya dia sudah
mendapatkan “kisi-kisi” MOS ini akan seperti apa akhirnya. Sedangkan gue, gue
bagai kecebong di selokan yang mengikuti arus air saja. Entah mau kemana, gue
ikut aja.
Kok jadi edgy. Mungkin gue
lelah.
“Lai, gue sama Ali mau ke tukang jahit dulu ya, mau ngambil celana yang
abis di vermak.” Kata Fatur. Kemudian dia dan Ali ke arah penjahit, sedangkan
gue menuju arah kosan.
Sebelum menuju kosan, gue berjalan ke arah warteg yang ada di sebelah
gang kosan. Di Warteg ini gue mau membeli makan malam. Perut sudah bermain
orkestra sedari tadi.
Kemudian gue masuk ke dalam warteg. Di dalamnya sudah ada tiga orang
yang sedang makan. Gue pun memesan makanan dan menunggu di siapkan makanannya
oleh ibu warteg.
Lalu ada orang lain yang datang masuk ke dalam warteg.
“Bu, ada telur asin?” kata seseorang itu setelah berada di dalam warteg.
Gue refleks melihat ke arahnya, karena gue jarang nemuin ada perempuan
di warteg (lah itu ibu warteg kan juga perempuan.)
“Eh, si kacamata yang waktu itu.” Kata perempuan itu yang ternyata
melihat gue juga.
Ternyata itu Kak Yuki si kakak Jepang. Gue baru tahu ternyata dia anak
kosan. Dan kenapa dia beli telur asin? Apa dia pecandu telur asin? Gue belum
tahu lebih lanjut.
Yang buat gue bingung juga bukan cuma itu. Dia memanggil gue si kacamata
dan berarti dia masih inget ngobrol sama gue waktu itu. Pertanyaannya adalah,
kenapa dia bentak bentak gue tadi pagi? Apa yang tadi pagi itu kembaran dia?
Gue gak tahu yang jelas sekarang gue cuma bisa senyum seadanya. Karena ini
canggung sekali.
“Gimana? Masih pegel?” katanya sambil sedikit tertawa.
“Engga kak” jawab gue singkat sambil sesekali mengecek hidung gue.
Mimisan apa enggak. Karena gue gak pernah membayangkan kejadian ini.
Gue duduk bersebelahan (walau agak sedikit jauh) dengan Kak Yuki di
warteg. Lalu mengobrol kembali seperti hari pertama MOS seperti tadi pagi dia
tidak membentak-bentak gue. Benar-benar tidak terduga.
“Yang sabar aja kalau MOS, jangan sedih, jangan menyerah.” Katanya kembali
memberikan petuah seperti kemarin waktu hari pertama.
“Iya kak, terimakasih. Semangat kok.” Gue senyum.
Ibu warteg telah selesai menyiapkan nasi bungkus gue. Begitu juga telur
asin Kak Yuki. Gue meraih nasi bungkus yang sudah dimasukan kedalam plastik
hitam itu. Sedangkan Kak Yuki sudah memegang plastik hitam yang berisi telur
asin lebih dahulu.
Sambil keluar dari warteg, Kak Yuki kembali bertanya.
“Udah dapet semua barangnya buat besok? Jangan sampe di hukum lagi kayak
tadi.” Kata Kak Yuki.
“Tinggal satu kak, Barium Sulfat matang.” Kata gue sambil pelan-pelan
menambahkan kalimat tanya.
“Apa ya..?” Gue takut Kak Yuki berubah menjadi dia yang satu lagi dan
langsung membentak gue di depan warteg. Ini adalah tempat yang sangat tidak pas
untuk di bentak.
“Oh itu, Barium Sulfat kan lambang senyawanya BaSO4. Jadi?”
Gue berpikir sebentar.
“Jadi maksudnya 4 buah baso yang matang kak?”
Kak Yuki cuma mengangguk sambil tersenyum kecil.
“Makasih kak!” kata gue.
Kak Yuki pergi ke arah gang lain yang mungkin adalah tempat kosannya.
Gue langsung berlari kembali ke arah perempatan Ciheuleut sambil mencari tukang
baso.
Di daerah ini ada beberapa tukang baso. Tapi selama perjalanan gue
menuju perempatan Ciheuleut sudah gue temui dua tukang baso yang tutup.
Perjalanan gue teruskan sampai perempatan.
Ah, akhirnya ada tukang baso yang buka di dekat perempatan. Namanya
Goyang Lidah. Entah kenapa namanya goyang lidah. Mungkin setelah makan baso itu
lidah akan bergoyang. Tapi bahaya juga kalau lagi makan lidah tiba-tiba goyang
sendiri. Bisa-bisa kegigit.
Gue berlari ke arah kedai bakso itu dan bertanya ke abangnya. Tapi belum
sempurna gue mengeluarkan suara.
“Abis mas.” Katanya singkat padat dan kampret.
“Abis bang? Baru jam delapan udah abis?”
“Disini mah emang kalau jam segini udah abis. Apalagi tadi banyak
anak-anak botak kayak situ beli baso tapi cuma empat. Gak tahu buat apaan,
tugas ya?”
Gue menghela nafas sambil berjalan pulang ke arah kosan. Sambil berbisik
dalam hati. Yah, besok kena hukuman lagi deh.
Sesampainya di kosan.
“Tur, Li. Lu udah pada tahu apa itu barium sulfat matang?”
“Udah tahu, barusan gue udah nelpon kakak gue. katanya barium sulfat matang itu empat baso matang ” Kata Ali.
“Betul, udah dapet?” tanya gue, berharap mereka belum dapet juga.
“Keabisan.” Kata mereka kompak.
Okesip gue jadi ada temen dihukum besok bareng.
“Tapi tenang, kata Pak Aep dia punya stok baso mentah di kulkas. Gue
udah minta dua belas buah kok buat kita.” Kata Fatur sambil membereskan
barangnya yang akan dia bawa besok. Pak Aep adalah bapak kosan kita yang
orangnya ramah dan sering menghadirkan lawakan garing. Cukup baik untuk menjadi
referensi lawak (bagi gue).
Mendengar itu gue langsung auto-bahagia. Akhirnya gue gak bakal dihukum
besok. Malam ini gue bisa tidur nyenyak.
----------
Pagi hari. Hari ketiga MOS. Prasa-prasi sudah ada di GSG untuk
dievaluasi tugas barang bawaannya. Dari kejauhan gue juga melihat Kak Yuki yang
berkumpul dengan panitia kelog lainnya.
Satu persatu barang disebutkan, dan satu persatu pula barang itu diangkat
oleh gue dan prasa-prasi lainnya dengan tangan kanan sambil menunduk. Sampailah
pada barang “Barium Sulfat matang Anhidrat.”. Gue sudah bersiap mengangkat
empat butir baso matang yang dikemas rapih dalam plastik dan diberi sedikit
kuah.
Terimakasih Pak Aep.
“BARIUM SULFAT MATANG ANHIDRAT” kata kakak panitia.
Semuanya mengangkat barang itu keatas.
Tiba-tiba ada yang nyamperin gue. Salah satu kakak panitia laki-laki
bagian kelog.
“APA NIH? KOK DI REBUS?” kata dia sambil mengambil plastik bening berisi
empat baso dan kuah dari tangan gue.
“kan matang kak.” Kata gue pelan.
“ANHIDRAT WOY!! DI GORENG!!” teriaknya nyaring sekali di samping kuping
kanan gue.
Gue kaget karena gak kepikiran kalau anhidrat maksudnya itu airnya
dihilangkan dengan cara digoreng. Ya mana gue tahu. Gue kan belum jadi anak
kimia.
Kebahagiaan gue pagi itu kembali hilang karena harus ke depan barisan
untuk diberi hukuman. Gue melihat ke arah lain, Ali dan Fathur juga maju ke
depan karena salah barang bawaan juga.
Di sudut kanan GSG diantara kumpulan panitia yang sedang berdiri, gue
melihat Kak Yuki tertawa kecil dari kejauhan. Mungkin karena melihat gue
kembali di hukum (geer).
--------
Sepulang MOS hari itu. Gue, Ali, dan Fathur kembali ke kosan dengan
lemas. Dan ketika kami ingin membuka kunci pintu kamar kosan tiba-tiba ada
suara Pak Aep dari arah belakang.
“Gimana tadi hukumannya?” Sambil tertawa lepas sekali. Sampai gue coba
tangkep gak bisa-bisa.
Kampret, Pak Aep sudah tahu harusnya itu baso goreng. Dia merebus
basonya, cuma buat becanda aja. Tepatnya, becanda sampai kita dihukum suruh
joged dangdut di depan peserta MOS lainnya.
Terimakasih Pak Aep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.