Pagi ini mata gue dipenuhi oleh bentuk bulat, karena sejauh mata memandang banyak sekali orang dengan kepala botak. Gue sadar gue bukan sedang ada di perguruan kungfu. Karena sampai saat ini gue gak ngeliat ada Jackie Chan. Gue juga sadar gue bukan lagi di kampung tuyul. Karena gue gak ngeliat ada Mbak Yul. (apa sih)
Bukan hanya sekeliling gue yang dipenuhi orang botak. Tapi pas gue ngaca, gue juga ngeliat orang botak. Ya, gue juga botak. Tapi apakah gue adalah calon avatar penerus Aang? bukan tentunya, karena gue gak bisa mengendalikan empat elemen, dan juga gak minum susu elemen.
Hari ini adalah hari pertama gue masuk sekolah setelah minggu lalu mengikuti Masa Orientasi Siswa atau yang biasa disingkat TIKUS (MOS). Seperti masa - masa peloncoan pada umumnya, lelaki yang di pelonco harus botak kepalanya. Sedangkan untuk perempuan tidak (tapi boleh botak, kalo mau).
Bukannya masuk kelas, yang ada anak baru masih berkeliaran di lapangan dekat Benteng Takeshi (nama suatu tempat berbentuk gerbang menuju lapangan dalam sekolah, dinamakan begitu, mungkin karena bentuknya mirip sebuah benteng jepang), ada yang bermain bola, ada juga yang makan di kantin, atau sekedar duduk-duduk di teras kelas.
"Lu gak ikutan main bola Sul?" tanya Dani yang sedari tadi duduk di samping gue di pinggir lapangan.
"Gak bisa gue, lagian kan kita anak baru, gak enak baru hari pertama udah main bola di lapangan, di liatin kakak kelas tuh dari lantai atas."
"Lah itu pada main, gapapa. Gak ada yang tiba tiba disuruh nunduk lagi sama kakak kelas."
Gue ketawa, Dani bingung kenapa gue ketawa.
Walaupun MOS udah selesai, gue masih punya rasa canggung kalau ketemu kakak kelas di jalan atau di lingkungan sekolah. Gue masih merasa "Wah ini yang kemaren bentak-bentak gue, kayaknya kakaknya beneran galak dan penganut senioritas". Padahal semua orang tahu kalau MOS adalah sandiwara.
"Lu sendiri kenapa gak ikut main bola, Dan?" Gue balik tanya ke Dani
"Entar, gebetan gue masih di kantin. Kalau udah di lapangan, baru gue show-off" katanya.
Ini orang bernama Dani Kusumah, gue ketemu waktu hari kedua MOS. Waktu itu dia di hukum karena ketahuan ngajak kenalan seorang kakak panitia cewek via SMS. Sedangkan gue di hukum karena salah bawa barang tugas.
Gue heran kenapa dia bisa nekat ngelakuin itu, kalau gue jangankan SMS, ngomong langsung aja suka gagap (kadang disertai mimisan). Pas gue tanya, kenapa dia berani SMS kakak panitia itu, jawabannya sesimpel "Ya, karena dia cantik."
Tiba-tiba dering bel berbunyi dan suaranya menyebar ke seluruh sekolah saking besarnya. Wajah Dani mengkerut menandakan dia kecewa tidak jadi 'caper' di depan gebetannya. Gue cuma bisa ketawa.
Dan kemudian suara bel itu diikuti dengan suara yang terdengar dari speaker-speaker yang ada di sudut gedung sekolah.
"Anak kelas sepuluh harap menuju kelasnya masing masing."
Akhirnya sekelompok orang botak yang bermain bola, yang duduk-duduk di sekitar lapangan dan kantin, menuju kelas masing masing.
Sesampainya di kelas, dan semua penghuni kelas sudah pada tempat duduknya. Setelah sekitar tiga puluh menit menunggu tidak ada tanda-tanda guru akan masuk kelas. Seorang teman kelas, laki-laki, berbadan agak tinggi dan kurus, dan berwajah mirip joshua suherman, memberi saran
"Bagaimana kalau kita ke ruang guru dan tanya siapa yang harusnya masuk ke kelas kita"
"Ah ribet lu, santai aja kali." kata sebuah suara dari belakang kelas.
Semua mata kini tertuju pada sumber suara tersebut. Dia si anak berandal, Rio. Gue kaget, ternyata gue sekelas sama dia. Dia adalah anak laki-laki berbadan besar (gede banget, beneran), wajahnya sangar, dan gue rasa kalau gue di sentil aja sama tangannya yang besar itu, pasti gue langsung bentol.
"Ayo, ada apa nih ribut-ribut?"
Sekarang semua mata kembali beralih tujuan, ke arah sumber suara lain yang datangnya dari arah luar kelas. Itu adalah kakak kelas yang minggu lalu menjadi panitia MOS, dan dia adalah anggota PP (Persatuan Pelajar). PP adalah nama lain untuk OSIS di sekolah ini.
Semua penghuni kelas kini sudah kembali ke tempat duduknya, di depan kelas sudah ada dua orang kakak kelas. Suasanya yang tadinya ramai menjadi sunyi. Pintu kelas yang terbuka membuat angin berhembus ke dalam. Membawa kesejukan dari kota Bogor ke dalam kelas yang tiba-tiba jadi tidak bersuara sama sekali. Gue berkhayal mungkin akan lebih keren kalau angin yang masuk ke kelas ini meniup rambut para penghuni kelas dan rambut berkibar-kibar bagai model shampoo atau jagoan di pilem Jepang. Sayangnya penghuni kelas termasuk gue, sedang sepi rambut.
"Halo semuanya, udah ada yang kenal saya belum?" Kata seorang kakak kelas yang berambut belah samping di depan.
"KAK RIDWAN!!" kata seorang penghuni kelas cewek yang tiba tiba nge-gas. Santai aja kali mbak.
"Iya betul, saya Ridwan. Hari ini sepertinya belum dimulai pelajaran. Jadi hari ini kita perkenalan dulu aja sambil cerita-cerita tentang MOS kemarin. Udah pada kenal belum sama temen sekelasnya?"
Sekelas pada diam.
"Belum kan pastinya. Ayo coba perkenalkan diri ya, dari depan kanan ya."
Gue melirik ke seluruh kelas siapa yang harus kenalin diri duluan. Pastinya bakal malu sih baru pertama kali, belum kenal siapa-siapa, udah disuruh kenalin diri.
"Iya kamu yang pakai kacamata, kok malah nengok belakang?"
DAN TERNYATA GUE YANG PERTAMA.
"Saya kak?" Gue memastikan walau udah tahu di sekitar gue ga ada yang pakai kacamata lagi.
"Iya, siapa lagi?"
Kan bener.
Oke, gue mulai memberanikan diri. Semoga gak pipis di celana.
"Halo semuanya, nama saya Ilham Adha Sulaiman, biasa dipanggil Iman atau Sulay, saya dari kota Jakarta." Gue langsung melirik ke arah Kak Ridwan.
"Gitu aja cukup kak?"
"Ceritain dong, alasan kenapa mau sekolah disini." kata Kak Ridwan.
Mendengar itu, gue menelan ludah.
Gue haus.
"Saya bersekolah disini karena disuruh orang tua." jawab gue singkat
"Oh, emangnya kamu gak mau sebenernya? Kepaksa?" tanya Kak Ridwan.
Belum sempet gue jawab, tiba - tiba ada kakak kelas lain yang masuk.
"Oh disini udah ada PP nya, gue kira masih kosong." Katanya sambil tertawa pelan. Kalau di ketikan SMS mungkin simbolnya hehe
"Udah dong, cari kelas lain aja Ki, kayaknya 204 masih kosong." Kata kak Ridwan kepada....
KAKAK JEPANG !!
Iya, kakak Jepang. Gue menyebut kakak kelas itu dengan kakak Jepang, karena mirip orang Jepang. Tepatnya mirip sama penyanyi Jepang yang namanya YUI. Ditambah lagi namanya mirip. Nama kakak ini adalah Kak Yuki. Gue bertemu Kak Yuki pertama kali waktu hari pertama MOS.
Kak Yuki keluar ruangan. Rambutnya yang panjang berkibas seperti sapuan ombak lautan. Bergoyang seakan menyapa gue dengan kata 'hai'. (Apa ini kok jadi alay).
Gue bukan 'suka' sama Kak Yuki. Lebih ke ngefans aja sih.
Setelah Kak Yuki keluar ruangan, pertanyaan Kak Ridwan melanjut.
"Jadi gimana? Kepaksa masuk sekolah ini? Gak suka kimia ya?"
Gue langsung mengatur kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini. Sambil memilih ingin jujur, atau mengada-ada saja. Yang pasti pertanyaan ini, mengingatkan gue pada kejadian sebulan yang lalu.
(Eh apa tiga minggu ya)
Eh ini fiksi apa beneran nih? Btw keren euy cara nulisnya. Bagi ilmu di squad ya pliss
BalasHapusNulis ngasal ini mba hehe, fiksi yang sebagian inspirasi dr kisah nyata
HapusWkwkwkwkw kalo tokohnya ga disamarkan bisa gak sih wkwkwkwk kangen smakbo
BalasHapusLagi berlatih nulis fiksi. Nanti ada sendiri cerita nostalgia real storynya ��
HapusLucu ka! Hahahaha
BalasHapus