15 Nov 2016

Anakku

Judul postingan ini bukan berarti gue akan menceritakan anak gue. Gue belum punya anak. Dan belum memiliki salah satu syarat untuk punya anak. Yaitu punya istri (asik curhat).

Judul postingan ini adalah catchphrase dari seseorang yang sangat "berpengaruh" di sekolah SMAKBo gue dulu. Beliau adalah salah satu guru senior yang masih mengajar walaupun sudah habis masa baktinya (pensiun). Gue masih ingat yang dia katakan tentang itu. Katanya dia bisa saja hanya di rumah, santai dan tiap bulan ada uang pensiun. Tetapi saat masih bisa mengajar dan banyak bergerak, kenapa tidak?

"Kita perlu banyak bergerak supaya tubuh ini sehat selalu nak. Jangan jadi pemalas"

Katanya saat mengajar bahasa Inggris di kelas gue dulu. Kelas XIII-9.
Itu pertama kalinya gue belajar dengan beliau di kelas. Sebelumnya lebih sering ketemu di lab.

Beliau menjadi salah satu guru di laboratorium Gravimetri. Itu merupakan laboratorium kimia pertama yang gue masukin di SMAKBo. Karena baru pertama masuk lab. Gue jadi takut. Takut kepada hal apapun. Takut ketumpahan cairan kimia. Takut mecahin alat gelas. Takut ditikung sama temen sebangku (eh?).

Salah satu ketakutan gue adalah bertemu dengan guru lab yang "katanya" tegas dan disiplin. Salah satunya beliau, yang merupakan guru paling senior di lab Gravimetri.

Gue masih ingat, waktu itu perkenalan laboratorium hari pertama. Bu Nina (salah satu guru lab) memperkenalkan alat - alat lab, tata letak ruangan, dan personil guru di lab Gravi. Di tengah briefing itu. Pintu lab terbuka. Seseorang masuk.

"Nah itu namanya bapak Ino." Kata bu Nina.
"Assalamu'alaikum, Anakku.." Kata pak Ino kepada kami semua yang sedang di briefing.
"Wa'alaikumsalam pak.." balas kami semua.

Itu pertama kalinya catchphrase 'Anak ku' gue denger.

Jujur dulu gue takut kalau ada pak Ino di lab. Takut-kena-marah. Alasan klasik seorang murid yang pertama kali bergelut di dunia kimia. Murid yang pertama kali ketumpahan Aquadest langsung nyuci di air mengalir.

Salah satu momen yang gue ingat ialah ketika Pak Ino berkeliling lab Gravi. Memeriksa satu per satu pekerjaan siswa/siswi. Ia akan mengingatkan jika ada yang salah. Hanya mengingatkan, namun ya namanya murid baru. Ketika pak Ino mendekat ke meja gue. Gue selalu pura - pura nyuci di wastafel. Parah. Gue parah banget.

Ketakutan gue hanya jadi ketakutan. Semua guru di lab, baik semua. Hanya saja tegas. Masuk akal karena kita kerja di laboratorium yang penuh dengan resiko. Gak boleh bercanda, kalau gak mau terjadi hal yang tidak diinginkan. Memakai APD (Alat Pelindung Diri) harus dengan benar. Pakai masker di mulut, bukan di leher.

Selain menjadi guru lab, beliau juga menjadi guru Bahasa Inggris kelas XIII. Di kelas pun ia menerapkan disiplin yang tinggi. Datang harus tepat waktu. Telat lima menit bukan toleransi. Gue setuju betul dengan prinsip beliau. Salah satu masalah utama orang Indonesia adalah budaya ngaret-nya. Semoga semua guru/pendidik di Indonesia menerapkan disiplin yang sama dengan beliau.

Alhamdulillah selama pelajaran beliau gue gak pernah telat. Ada beberapa teman yang telat tidak boleh masuk. Ya, inilah pendidikan disiplin.

Diluar kelas dan lab. Jubah ketegasan pak Ino disimpan. Ia ramah dan murah senyum. Setiap bertemu dengan muridnya, ia selalu menyapa.

"Anak ku, sehat anak ku?"

Gue sering ketemu beliau saat solat jamaah zuhur di mesjid. Setiap ketemu itu pula gue disapa, 'Anak ku'.

Semua nasehat dan teguran pak Ino selalu diingat para muridnya, dan diterapkan di dunia kerja. Termasuk gue. Semuanya berguna, tidak ada yang sia sia. Tentang kedisiplinan. Tentang filosofi hidup. Tentang teknik analisis kimia. Semuanya.

Nasihat yang paling gue ingat?

Waktu mau seminar produk PKT (Praktek Kimia Terpadu). Menjelang seminar, entah kenapa jantung berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang (kayak lagu mas). Tapi untungnya sebelum seminar, tim gue ketemu beliau. Hari itu tepat dua hari sebelum seminar.

"Kapan seminar anak ku?"
"Lusa pak. Susah gak sih pak seminar itu?"
"Tenang nak, lakukan saja yang terbaik. InsyaAllah untuk urusan nilai tidak akan jelek."

Gue mengangguk pelan.

"Sudah membuat produk semacam itu pun sudah luar biasa nak. Sudah dapat nilainya itu."

Katanya menambahkan.

Setelah dinasehati begitu gue jadi lebih tenang. Alhamdulillah, seminar lulus dan lancar dengan nilai memuaskan. Prinsip ini juga gue pakai pas sidang. Sidang berakhir dengan syahdu.

Saat menjelang kelulusan pun gue masih ingat nasihatnya.

Waktu itu di kelas Bahasa Inggris.

"Nanti setelah lulus, kalian mau kuliah atau kerja itu keduanya baik. Silahkan. Saran bapak, kalau kalian bekerja jangan lupakan kuliah. Ambilah walau kelas karyawan atau ekstensi. Toh, lulusan teknik kimia negeri dan swasta gelarnya sama sama ST kan."

Kelas hening. Kami semua memperhatikan dengan dalam.

"Negeri atau swasta, itu tergantung bagaimana disiplin kita dalam menimba ilmu. Tidak buruk nak, kuliah di swasta. Siapa yang berani bilang trisakti jelek?"

Seisi kelas tertawa. 

Betul juga. Disitu pikiran gue terbuka tentang masa setelah lulus.


Hari ini, 15 November 2016. Beliau, Bapak Ino dipanggil oleh Allah. Ia telah berpulang dengan tenang tadi pagi jam 12 malam lewat. Dua tahun terakhir ini beliau memang mengidap penyakit yang cukup serius.

Terakhir gue ketemu waktu lustrum, April lalu. Walaupun sedang sakit ia tetap menyempatkan hadir untuk datang di acara itu. Senyumnya yang ramah tetap menghiasi wajahnya, sapaan kepada murid - muridnya tetap dilantunkan.

"Anak ku, apa kabar anak ku?"

Sebuah catcthphrase yang sangat memorable dan mengena. Ah gue masih inget bagaimana cara dia mengucapkannya. Jelas betul, seperti baru kemarin ia bertanya begitu.

Ingin rasanya kembali duduk di kelas. Menyimak beliau mengajar bahasa Inggris, teknik analisis kimia, dan berbagai hal lainnya.

Tetapi Allah lebih sayang dengan beliau. Semoga penyakit yang beliau derita selama ini menjadi penghapus dosa, dan amal ibadahnya diterima oleh Allah. Keluarganya diberikan ketabahan.

Aamiin.

Selamat jalan pak, terimakasih untuk semua ilmu dan nasehat syahdu yang akan selalu ku ingat dan rindu.

2 komentar:

  1. Ah, saya jadi sedikit bernostalgia dengan kenangan dulu. Masa-masa dimana saya selalu keringet dingin kalau mau masuk lab :D

    Salah satu kenangan dengan beliau yang masih teringat dan akan terus teringat adalah tentang musik. Saat itu saya sedang main gitar bareng teman-teman di selasar tangga lab gravimetri. Beliau menantang saya memainkan 100 lagu dengan imbalan semua uang yang ada di dompetnya. Saya hanya bisa tersenyum waktu itu.

    Dan sedihnya, wisuda angkatan saya adalah wisuda pertama yang tidak bisa dihadiri beliau.

    Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya. Aamiin

    BalasHapus
  2. tambah kangen sama smakbo, guru gurunya disana yg ramah dan bijak dalam segala hal, awalnya mau cari kabar smakbo, sekarang nostalgia dengan gravimetri dan guru gurunya.

    BalasHapus

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...