Ngomongin soal perubahan,ada hal yang sedikit berubah dari gue. Gak terlalu sedikit sih. Tapi lumayan kelihatan. Gue ceritain dulu dari awalnya.
Hari Minggu waktu itu. Gue lupa tanggal berapa. Soalnya gue gak bawa kalender kemana-mana. Jadi lupa. Hari itu gue pergi ke suatu tempat yang gue sangat takut sebelumnya buat pergi ke sana. Terutama saat gue berumur 6-10 tahun. Disaat itu gigi susu gue sedang dalam masa "Pencopotan". Gigi gue lebih sering copot daripada celana gue yang kedodoran. Dan disaat gigi gue goyang. Tempat yang dituju hanya satu. "Dokter Gigi".
Dokter Gigi dalam pandangan gue waktu berumur 6 tahun adalah manusia psikopat yang kerjaannya mengambil gigi. Dia gak tau betapa sakitnya yang gue rasain. Dia cuma pengen gigi gue doang. Jahat.
Waktu 6 tahun. Terjadi masalah sama gigi gue. Gue takut ke dokter gigi. Gue sering mendengar dari temen temen gue kalo dokter gigi itu menyeramkan. Katanya gigi gue bakal dicabut dengan sadis. Gue yang selalu ngebayangin hal terburuk dari suatu kejadian,langsung ngebayangin saat gigi gue di cabut dengan cara mengikatkan gigi gue dengan tali dan sisi lainnya ke roket antariksa. Gigi gue putus. Terbang sampai bulan.
Argghh. Gue gak mau ke dokter gigi. Akhirnya gue menyembunyikan itu beberapa hari dari orang tua gue. Tapi apa daya anak 6 tahun? Gue ketahuan. Dan diseret ke Dokter Gigi. Gak diseret juga sih. Tapi digiring secara paksa. Bisa dianalogi kan kayak banci yang dipaksa ikut rehabilitasi. Bedanya gue gak pake rok mini.
Setelah sampai di tempat pemeriksaan gigi gue. Gue udah panik. Darah gue udah mengalir cepat. *asik. Dan ternyata gigi gue cuman ditambel. Gak ada yang dicabut. Kampret nih temen gue yang ngeboongin. Gue ke sekolah dengan bangga. Karena di jaman gue itu, pergi ke dokter gigi adalah barang yang langka. Seseorang yang dikatakan jantan haruslah pernah pergi ke "dokter gigi". Gue pun dipuja temen gue dengan beberapa sanjungan. 'Wah han lu kereenn'. 'sakit gak han? Bornya bikin ngilu gak?' . 'Wih han keren.. Di dokter gigi bisa sunat juga gak?" Gue pun menjawab dengan bangga kecuali pertanyaan yang terakhir itu.
Seminggu berikutnya ada masalah lagi dengan gigi gue. Karena dengan sanjungan temen-temen gue waktu itu kali ini gue langsung minta ke orang tua gue buat ngebawa gue ke dokter gigi. Wih gue bakal dibilang keren lagi nih. Sesampainya disana,gue senyum lebar. Menatap dokter dengan penuh kebahagiaan. Melihat alat alat dokter gigi itu seperti mainan anak kecil. Semua senang.
Tetapi yang terjadi lain. Entah mengapa kaki gue disemprot sama semacam deodorant spray tapi lebih dingin. Kaki gue jadi terbius. Gak bisa gerak. Gue teriak. Aaaahh. Tapi ini malah memudahkan dokter. Ya,karena teriak berarti membuka mulut. Gusi gue disuntik. Gue udah pasrah. Dan hari itu. Gue kehilangan satu gigi seri gue di tangan dokter gigi itu. Gue mencoba lapor ke polisi. Tapi gak ada barang bukti. Gigi gue udah hilang. Akhirnya gue ikhlaskan saja.
Hal yang terjadi ke gue waktu itu membuat gue trauma dengan kata "dokter gigi" sampai-sampai kalo ngeliat plang dokter gigi. Gue langsung merem. Saat gue kelas 4 SD. Ada pemerikasaan dokter gigi di sekolah. Gue panik. Gue berusaha mencari alasan biar gue gak diperiksa. Gue takut hal yang buruk terjadi lagi. Satu persatu temen gue di absen. Masuk ke ruangan dokter gigi. Dan diperiksa. Beberapa respon temen gue saat keluar ruangan sangat mendukung gue buat makin takut. Ada yang nangis karena dicabut giginya. Ada yang katanya ngilu. Dan ada yang nangis sambil teriak " Gak mau disunat..!!" Ternyata dia truma dengan kata "dokter". Dia kira semua dokter ahli dalam 'menyunat'.
Cukup flashbacknya. Hari minggu ini gue pergi ke dokter gigi. Dan yang pasti bukan buat dicabut gigi. Di umur gue yang 17 tahun ini gak mungkin ada yang bisa dicabut lagi selain bulu ketek. Siap siap ya.
Gue mau masang behel. Atau istilah kerennya "Ortho". Bukan buat gaya-gayaan. Gigi gue bagian atas seperti gigi bugs bunny. Kalo gue bawa wortel. Gue makin serupa. Makanya gue pasang behel ini. Ini membuat gue jadi merasa gak biasa. Berasa sakit banget di hari pertama. Tapi kesananya fine aja.
Di kelas gue sempet berhenti bicara selama satu hari. Ada yang nanya ke gue. "Han lu gak kenapa-kenapa kan? Gak 40 hari lagi kan?" Pertanyaan yang absurd yang cuma gue jawab dengan gelengan kepala. Penyembunyian behel itu cuma bertahan 2 hari. Gue ketahuan dan hampir semua orang ngetawain gue. Ya,perubahan emang perlu waktu. Begitu juga gue. Seiring berjalannya waktu. Gue jadi biasa lagi. Gak jaim lagi. Dan yang penting,gue gak takut ke dokter gigi lagi. Yang gue takutin sekarang, pergi ke ruangan ujian kenaikan kelas. Ehm.
Yang mau lihat perubahan gue.
Ini sebelum make behel :
Gue (seluruh badan) di penjara. |
Sesudah make behel :
Hanya gigi gue yang di penjara. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.