17 Okt 2013

Roti Kering,Waktu,dan Kewirausahaan



                Waktu menurut gue merupakan hal yang cukup penting buat diatur. Seperti kata pepatah waktu bisa seperti pedang,jika tidak digunakan dengan baik bisa melukai diri kita sendiri. Pepatah ini membuat gue sedikit bingung. Jika “waktu” itu seperti pedang,kenapa gak ada orang yang perang pake waktu? *oke gak usah dibahas yang ini. Waktu kadang berlalu cepat kadang juga lambat. Gue selalu merasakan teori relativitas ini. Waktu terasa cepat bila kita berada di dekat sesuatu yang kita senangi. Misalnya kita senang dengan suasana kebersamaan bersama teman. Satu jam yang kita lewati,serasa satu menit. Contoh lain yang kita senangi misalnya uang. Tapi tergantung nominal uangnya juga. Kita merasa waktu lebih cepat bila dikelilingi uang ratusan juta. Namun terasa lambat kalo dikelilingi uang gopek yang ada gambar monyetnya. 
                Gue ngomongin waktu karena gue merasa berhasil mengendalikan waktu *cieelah.  Di sekolah gue selain ada “Praktek Kimia Terpadu” ada juga “Praktek Kewirausahaan”. Disini kita berkelompok diminta untuk berjualan dan mempraktekan ilmu kewirausahaan yang telah kita pelajari. Seperti ngitung kapan balik modal,kapan dapet untung,dan kapan dapat jodoh. *yang terakhir itu ngarang. Barang yang kita jual,boleh berasal dari produk PKT kita ataupun engga.  Produk PKT gue lotion. Gue gak ada kepikiran buat ngejual produk gue. Pertanyaan pertama ,siapa yang mau beli lotion bikinan gue? Mungkin pertama kali orang yang ngeliat gue jualan lotion menganggap gue mantan bencong. Padahal bukan. Beneran. Gue gak pernah make sepatu “hak tinggi” soalnya gue takut ketinggian.

                Karena gak mungkin jualan produk lotion gue. Jadi gue mencoba untuk jualan roti kering. Roti kering ini gak gue bikin sendiri. Tapi beli di pabrik. Karena kalo gue bikin,jadinya bukan roti kering. Tapi arang aktif,soalnya rotinya kelamaan di panggang. Produk jualan ini diharuskan dijual pada tanggal 16,17,dan 18 Oktober. Tapi gue berpikiran lain. Kalau gue jualan pada waktu itu. Pasti kelompok lain juga berjualan di hari yang sama. Gak kebayang banyak banget produk yang di tawarkan. Konsumen jadi bingung. Misalnya ada dua kelompok yang jualan risol. Konsumen akan bertanya “Emm aku harus beli yang mana ya?”. Kedua penjual serentak menjawab “ Yang ini saja!”. Konsumen bertanya lagi “Emm tapi yang isinya sayuran ada?”. Kedua penjual serentak menjawab “Ada !”. Konsumen makin bingung dan bertanya lagi. “Oke jadi siapa yang  sayurannya gak pake pestisida???”. Penjualnya pergi.
                Karena kegelisahan itu. Gue mulai berpikir  untuk menjualnya lebih awal. Mulailah gue berjualan sebelum tanggal yang sudah ditentukan. Gue menjual roti kering itu dengan harga 2 ribu rupiah. Awalnya ada yang protes. “Kok ini dua ribu ya? Padahal kan roti kering. Roti yang gak kering aja Cuma seribu..” Gue jawab aja. “ Emm kan gini. Seribu itu buat upah pengeringannya.” . “Ohh,oke deh beli dua ya”. Gue emang cerdas. Roti kering gue laku. Bisa dilihat dari antusias temen-temen gue yang membelinya. Mereka suka dengan rasa manis dari roti kering itu. Ada yang lain suka karena ke”garing”an rotinya. Mereka kadang bilang “Ih roti yang lu jual,garing deh kayak lu”. Oke gue jadi terinspirasi membuat jargon. ‘Roti kering,garing seperti penjualnya..’. Aneh ya  -__-
                Roti gue laku sebanyak 3 dus. Yang beli tentunya temen-temen gue. Bukan gue. Kalo gue mau ngerasain produk yang gue jual,caranya dengan menyuruh teman gue beli. Terus gue minta sedikit dengan muka memelas. Gue dikasih. Keputusan gue untuk menjualnya lebih awal ternyata berdampak baik. Saat tanggal itu tiba. Gue jadi gak usah repot-repot jualan lagi. Gue udah jualan bro. Dan yang waktu itu gue pikirkan pun terjadi. Ada beberapa kelompok yang menjual produk yang sama. Seperti risoles. Ada kelompok A menjual risoles dengan harga 2 ribu. Kelompok B dengan harga 2 ribu lima ratus. Ini menimbulkan polemik di konsumen. Apa yang menyebabkan terjadi perbedaan selisih lima ratus ini. Kelompok B mengaku menggunakan barang-barang alami. Kelompok A juga begitu. Kelompok B menerangkan bahwa risolesnya lebih berasa mayonaissenya. Kelompok A juga menyatakan hal yang sama. Konsumen pun makin penasaran apa sebenarnya yang membuat hal ini menjadi rumit. Lima ratus itu uang yang sedikit. Tapi coba kalo ditambah satu milyar. Pasti jumlahnya jadi banyak kan? Gue pun mulai ikutan menyelidiki apa penyebab bedanya harga ini. Ternyata... Kelompok B pun mulai mengaku. Ini dia pengakuannya : “Emm jadi gini. Risoles yang kita jual harganya 2 ribu lima ratus,karena .. emm karena... karena kita bakalan ngasih air mineral gelas gratis..” . Kasus pun terpecahkan. Ternyata perbedaannya di sisi pelayanan dan kepedulian konsumen. Kelompok B menaikan harga sebesar lima ratus untuk membuat konsumen merasa lebih aman dengan air mineral gratis. Bisa saja sewaktu memakan risoles itu. Konsumen tersedak dan tidak ada air minum. Kelompok B patut dicontoh.
                Kelompok lain lagi berusaha buat menjual produknya hari ini. Ada yang pake sistem keliling dan menawarkan dagangannya. Ada juga mungkin yang pake metode MLM. Wih,gue jadi mau daftar. Siapa tau gue bisa jadi pangkat emerald. *oke ngawur.. Gue dan kelompok gue hanya duduk manis sekarang. Beda sama uang uang gue yang gak mau duduk manis di dompet gue. Mereka pergi menjauh karena banyak banget kelompok yang menawarkan produknya ke gue. Karena gak enak sama temen. Gue beli aja. Gue emang orangnya susah nolak. Kalo beli sesuatu dan udah megang barangnya. Berapapun harganya,pasti gue beli. Bego ya. Hal ini membuat gue selalu menyesal belakangan. Entah kenapa tapi kejadian ini selalu terulang.
                Uang jajan yang gue bawa ke sekolah jadi habis buat membeli barang dagangan temen-temen gue. Baru masuk gerbang sudah ada yang menawarkan. Mereka memilih waktu pagi-pagi untuk menjualnya. Persaingan memang cukup kuat disini. Gue bersyukur udah ngejual dari jauh-jauh waktu. Gue sekarang tinggal duduk manis dan ngerjain tugas. Dan juga... Emmm ngebeli produk temen-temen gue. Gue gak akan lapar di sekolah kayaknya.

Suasana "Praktek Kewirausahaan" : 
Contoh produk : Jelly

Produk : bolu ; Penjual : Bukan bolu.



Proses Transaksi yang tjakep.

Penjual yang mulai jenuh menunggu konsumen.

Transaksi yang cukup tenang.


Saking bingung mau jual apa. Ada yang jualan kucing.




Akhirnya penjual yang jenuh tadi mendapat konsumen.

Saya membeli tanpa ngutang.

Yang ini baru ngutang.

Penjual yang mulai jenuh dan gundah. Hari mulai sore :(
Akhirnya, hanya produk yang enak atau penjual yang kuat yang akan bertahan.


 Itulah suasana kerasnya perjuangan dalam "Praktek Kewirausahaan". Keren yaa.

6 komentar:

  1. haha ngakak han gu lihat foto-fotonya

    BalasHapus
  2. hay farhan :D gue udah baca blog lu.. keren banget sumpah ga bosan bacanya :D
    gue juga sekolah di smak tpi gue di makassar
    salam kenal yah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih indah :) wah brarti kita hampir sama yaa. sama2 anak SMAK. Salam kenal juga yaa.. ^^

      Hapus
  3. hai, tulisan2 lu gokil. gue kayak lagi baca tulisan raditya dika yang menyamar jadi siswa smakbo gitu.
    gue nathalia, salam kenal ya. gue sekolah di SMAK Padang .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah gitu yaa.. iya sih gue terinspirasi dari cara menulis dia. haha.. iya.. nama gue farhan.. salam kenal :)

      Hapus

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...