31 Des 2013

Cinta Baru Di Tahun Baru

     Hari ini angin berhembus perlahan. Gue pikir akan mengabarkan berita yang akan membuat hati ini tergugah. Ternyata itu hanya perkiraan gue aja. Angin itu membawa hujan. Tidak terlalu deras,namun bukan berarti reda. Hujan itu bagai membawa memori lama. Memori lama tentang sebuah pengalaman merah jambu yang begitu hambar. Pengalaman cinta gue di kota hujan,Bogor. Maka dari itu gue selalu terbawa nostalgia tiap hujan. Mengembalikan memori gue setahun yang lalu.
          
     Pagi itu seharusnya gue pergi ke sekolah lebih awal. Namun,sepertinya takdir berkata bahwa Gue harus terlambat. Sinar mentari tidak tampak. Hanya sesekali mengintip dari balik awan. Gue berjalan dengan payung yang gue genggam. Menuju sekolah gue. Sekolah Menengah Kejuruan Kimia Bogor.
     Perjalanan ke sekolah sama seperti biasa. Bedanya,hari ini ada ribuan rintik hujan yang ikut serta. Bogor memang kota hujan. Biasanya hujannya di sore hari. Tetapi hari ini berbeda,hujan seperti tidak sabar untuk membasahi bumi yang kering. Hujan seperti tidak tega melihat bumi yang kehausan,walau sesaat. Indahnya sebuah sinergi dalam hidup.
     Kehidupan sekolah gue lancar-lancar saja. Tapi akhir-akhir ini ada yang mengusik hati gue. Gue cek ke dokter,gue bukan kena hepatitis. Sepertinya gue terkena virus merah jambu. Virus yang seperti tamu yang tidak diundang,tapi menghiasi seisi rumah. Virus yang bisa membuat orang melayang tinggi,atau bisa juga membuat orang terbunuh karena sakitnya. Virus merah jambu atau yang dikenal umum sebagai cinta. Mungkin tidak ada dokter yang bisa menyembuhkannya kecuali yang menebar virus itu. Ya,yang menebar virus itu. Tapi gue masih membiarkan rasa itu tumbuh di dalam hati. Sendiri,tidak disiram. Menunggu rasa itu terbalas,atau benar-benar terkubur di dalamnya.
     Hujan masih turun dengan iramanya yang tetap. Gue tiba di sekolah dengan menggunakan mobil angkutan Bogor yang khas berwarna Hijau. Kota Bogor memang berciri khas dengan angkutan umumnya yang berwarna Hijau. Nuansa hijau sangat melekat dengan Bogor. Walau begitu,saat tidak hujan dan terik. Bogor masih dapat digolongkan sebagai kota yang panas. Pernah gue mendengar potongan lirik lagu pengamen yaitu “Bogor kini sepanas kompor”. Entah kenapa Gue langsung berpikiran Bogor itu sejenis kompor minyak atau kompor gas.
     Setelah turun dari angkutan,gue langsung lari ke kelas. Gue gak mau mengulur waktu lagi. Terlebih karena gue tahu di jam pertama ada pelajaran guru yang cukup terkenal sadis. Untungnya dia tidak suka memotong-motong tubuh manusia. Dia lebih suka memotong nilai siswanya yang telat atau yang menentang. Guru itu bernama Bu Dedeh. Perawakan sedang namun dengan ilmu bahasa Indonesia yang tinggi. Dia sudah meraih gelar magister di bidang Bahasa. Tidak heran dia sering memarahi muridnya dengan puisi.
     Sesampainya di depan ruang kelas,gue menarik nafas dalam-dalam. Gue mencoba membuka pintu perlahan. Bayangan gue Bu Dedeh sudah ada di depan kelas sedang bercerita dongeng klasik yang selalu dia ceritakan. Tapi bayangan gue salah, setelah membuka pintu yang gue lihat hanyalah temen-temen sekelas gue yang sedang asyik dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang belajar,ada yang bercanda,atau ada yang melanjutkan tidurnya yang kurang di kosan. Gue lega. Dan langsung menghampiri tempat duduk gue. Disana sudah ada temen sebangku gue,Tomi.
     “Wih,untung Bu Dedehnya gak masuk..” sambut Tomi
     “Iya,untung banget gue tom, oh iya kenapa gak masuk?”
     “Dia cuti hamil.”
     “Ha? Dia masih bisa hamil? Gue kira udah menopause.”
Gue dan Tomi tertawa.
     Gue dan Tomi sudah sebangku sejak pertama kali kita sekelas. Gue emang tipe orang yang setia. Tidak seperti beberapa temen gue yang lain. Ada yang sudah beberapa kali berganti teman duduk. Mereka mungkin sedang mencari kecocokan. Mencari kesamaan antara satu dengan yang lain. Gue dan Tomi sudah memiliki kesamaan,sama-sama suka Sepak Bola. Gue ngerasa nyambung kalau sudah ngomongin soal bola dengannya. Tapi gue juga merasakan memiliki kesamaan dengan seseorang yang lain. Berbeda dengan Tomi,dia perempuan. Dialah yang menyebabkan gue terserang virus merah jambu. Dia yang bisa menyembuhkan. Dia dokternya.
     Gadis itu bernama Mervi. Nama yang keren untuk gadis yang mengalihkan pandangan gue. Atau lebih tepatnya menangkap pandangan gue. Dia selalu menjadi pusat perhatian gue di kelas atau dimana saja saat gue melihat dia. Pelajaran Bu Dedeh pun jadi terkesan menarik,cuma karena dia duduk di depan gue waktu itu.
     Mungkin virus ini gak akan menyerang gue kalau gak ada sebab sebelumnya. Sebabnya yaitu gue punya kesukaan yang sama dengan Mervi. Kita sama-sama suka gambar. Bedanya, Mervi lebih suka gambar beraliran realisme. Lebih menyerupai aslinya. Kalau gue lebih ke animasi atau lebih terkesan cemen memang.
      Berawal dari ketidaksengajaan gue mengintip ke loker bawah mejanya di Laboratorium Praktikum. Untungnya waktu itu mata gue gak jadi bintitan. Gue melihat secarik kertas yang diatasnya terukir goresan pensil yang sangat indah. Terpampang dua gambar wajah manusia,yang satu laki-laki,yang satu perempuan. Keduanya menyerupai wajah asli. Perpaduan antara goresan pensil dan teknik gelap teranglah yang mendukung keindahannya. Saat sedang terpana melihat gambar itu. Gue ditegur dari belakang.
     “Aduh jelek ya gambar gue?” Tegur Mervi dari belakang.
     “Eh.. Engga kok. Ini bagus banget. Gue pengen banget bisa gambar yang kayak gini.”
     “Emm masa,liat aja tuh masa idungnya bengkok.”
     “Keren kali idungnya bengkok kan jadi beda sama yang lain.. haha” gue bercanda
     “Haha bisa aja lu. Nama lu kalo gak salah Dani kan?”
     “Denny. Nama gue Denny Garlileo. Nama belakang gue agak aneh ya.. hehe”
     “Oh iya Denny. Engga keren kok nama belakang lu Garlic apa tadi?”
     “Garlileo. Itu gabungan nama bapak dan ibu gue sih hehe”
     “Oh gitu..”
Percakapan pertama gue dengan Mervi berakhir dengan kata “Oh gitu” nya Mervi yang mengakhiri percakapan. Karena setelah bilang “oh gitu” dia pergi mengambil alat gelas laboratorium yang mau dia gunakan. Tapi hal itu cukup bagi  gue. Cukup puas bagi gue,dia tahu nama gue. Dan nyebutin nama belakang gue dengan hampir benar.
     Nama belakang gue “Garlileo”. Padahal gue gak ada keturunan orang luar negeri sama sekali. Itu merupakan gabungan dari nama ayah dan ibu gue. Ayah gue bernama Tegar. Dan Ibu gue bernama Laela. Entah kenapa mereka dengan kreatifnya menggabungkan nama mereka menjadi “Garlileo”. Gue baru kepikiran,mungkin apabila digabung menjadi Tele akan terkesan gue sejenis kotoran ayam. Ternyata ibu dan ayah gue terinspirasi dari penemu teleskop. Galilleo Galilllei. Mungkin mereka ingin gue bisa melihat hal yang jauh dan berada diatas.
     Hari itu merupakan pertama kalinya gue tertarik dengan Mervi. Virus itu seperti masuk dari mata. Mengalir ke hati. Lalu membuat seluruh sel gue bermutasi. Cinta memang terkadang membuat diri ini sedikit berubah,atau terkadang berubah total. Gue yang gak biasanya pakai minyak wangi sekarang pakai. Biasanya gak pakai gel rambut sekarang gue pakai. Bahkan sekarang gue pakai hand body seluruh tubuh. Biar badan gue wangi. Agak seperti bencong memang,tapi perubahan itu terjadi sendiri. Bagai gerak refleks. Mungkin karena kita ingin terlihat enak saat bertemu seseorang yang kita suka.
     Sampai hari ini,gue masih memiliki rasa itu. Masih utuh dan tersimpan rapi di sudut hati. Tapi begitu juga Mervi. Dia masih belum sadar gue punya rasa yang berbeda untuknya. Dia masih asyik bercanda dan bermain dengan temen-temennya di sudut lain kelas. Tapi ini hal yang wajar. Mervi bukanlah paranormal yang bisa baca pikiran gue. Dia gak akan tahu kecuali gue yang katakan sendiri. Tapi bagai orang yang kalah sebelum berperang. Prasangka itu selalu muncul.    
     Hari ini saat jam kosong. Tidak ada yang gue lakukan selain memerhatikan Mervi . Dari kejauhan tentunya.Gue berniat untuk mengajak dia pergi ke suatu tempat. Gue pengen lebih dekat dengan dia. Tapi gue gak tahu apa yang harus gue katakan untuk membuat jarak gue dan dia tidak lebih dari sejengkal. Gue memutar otak,dan akhirnya terpikir untuk mengajak dia ke toko buku terdekat di Bogor. Terakhir kali gue kesana,gue ngeliat ada buku “cara menggambar dengan pensil”. Yang kebanyakan isinya tentang menggambar aliran realisme. Dan di sampingnya terdapat buku “cara menggambar manga”. Gue pikir itu tempat yang pas buat gue dan dia.
     Keinginan gue untuk mengajak dia ke toko buku akhirnya gue laksanakan. Gue hampiri dia yang berada di tengah teman-temannya. Gue gugup,tapi gue sudah bergerak. Sebelum kesana,gue udah minta do’a ke Tomi. Dia mendukung gue dari kejauhan.
     “Emm,mer,boleh ngomong bentar gak?”
Satu kalimat gue yang terlontar. Mungkin terlalu keras,sehingga seluruh siswa di kelas mendengarnya. Sekelas langsung teriak “CIYEEE..!!”. Karena panik gue mengajak dia keluar kelas.
     “Mau ngapain den?” tanya Mervi agak canggung karena “ciye” siswa sekelas.
     “Emm itu... lu tau toko buku di jalan pajajaran itu kan?”
     “Oh iya gue tau. Gue sering kesana buat beli sketchbook. Kenapa?”
     “mau kesana gak hari Sabtu nanti? Ada buku yang mau gue tunjuki sama lu”
     “ Ooh,boleh.”
Jawaban singkat Mervi membuat gue lega. Perasaan gue waktu itu mungkin seperti orang yang pup setelah dua tahun gak pup. Leganya maksimal. Setelah berbicara “boleh” Mervi langsung masuk ke kelas. Gue juga. Dan semua kembali teriak “CIYEE..!!”. Tapi gue bersikap sok cool. Padahal jantung gue udah mau pindah ke kepala. Mervi kembali menghampiri teman-teman perempuannya di sudut kelas. Dia kembali di “Ciye” in disana. Terlihat oleh gue Mervi berbisik dengan salah satu teman perempuannya,Nuri. Gue mulai berasumsi,apa kira-kira yang dibisikkan oleh Mervi ke Nuri. Beberapa prasangka buruk mulai menyelimuti gue. Seperti gue kepikiran kalau dia bilang ke Nuri “Eh lo tau gak? Si botak ngajak gue jalan” atau yang paling parah “Eh masa gue diajak Denny ke toko buku. Gue takut diculik nih..”
     Semua prasangka itu gue tangkis. Gue gak mau pertemuan gue dengan Mervi Sabtu nanti jadi diselimuti prasangka yang belum tentu benar adanya. Gue kembali ke tempat duduk gue.
     “Gimana sob,berhasil gak?” Tomi bertanya
     “Dia mau tom,tapi gue gak tahu kalau dia maunya itu tulus atau engga. “
     “Maksudnya?”
     “Ya,tadi habis dia ngobrol sama gue. Dia bisikin si Nuri.”
     “Prasangka baik aja dulu. Siapa tahu dia bisikin kalau dia nervous gitu buat hari Sabtu”
     “Oh gitu ya tom. Iya semoga deh.”
Perkataan Tomi sedikit menenangkan gue. Walau gue tahu dia mungkin habis ini akan solat tobat dan banyak istigfar,karena telah berbohong.
     Seperti menunggu hal yang sangat hebat. Gue sampai merasa waktu saat itu bergulir lebih lama. Gue mengajak Mervi ada hari Rabu. Hari Sabtu hanya tiga hari setelah itu. Biasanya terasa cepat,namun kali ini seperti ada yang menghentikan waktu. Yang gue mengerti itu semacam teori relativitas waktu. Kita akan merasa waktu lebih lama saat menunggu. Tapi akan serasa cepat apabila sedang melakukan hal yang disukai. Kalau gue sering merasa cepat kalau lagi makan ketoprak. Bukan karena suka,tapi karena emang laper.
     Sabar membuahkan hasil. Penantian gue terhadap hari Sabtu akhirnya tiba. Hari itu tiba. Gue bersiap untuk pergi ke toko buku di jalan pajajaran itu. Ada yang sedikit berbeda dari persiapan gue. Biasanya gue pakai minyak wangi tiga semprot,hari ini dua. Dua botol. Biasanya gue pakai satu sachet minyak rambut,sekarang cuma setengah. Setengah kotak. Dan hand body yang gue pakai sekarang lebih menyeluruh.
     Gue pergi ke toko buku naik motor. Berharap kalau dia ingin kemana-mana bisa gue antar. Gue saat itu lagi berpikiran cerdas. Sesampainya disana,gue masuk ke toko buku dengan begitu hati-hati. Karena gak mau kencan ini berakhir dengan gue kepleset dan pala gue bocor kebentur lantai. Gue melihat kanan-kiri mencari Mervi. Gue mencari ke bawah dan ke atas. Dia juga tidak ada. Sampai di sudut tempat rak buku Komik. Gue melihatnya. Saat itu dipikiran gue cuma “ah,gue udah membiarkan dia menunggu.”. Penampilan dia sangat menarik. Dia memakai rok hitam selutut dan baju warna merah maroon. Paduan warna gelap sangat cocok untuk kulitnya yang putih. Berbeda dengan gue yang kalau pakai baju gelap mungkin yang terlihat dari gue hanya gigi ketika gue tersenyum. Tampak dia sedang asyik membaca sebuah komik. Satu hal lagi kesamaan gue dan dia. Kita sama-sama suka komik.
     Gue menghampiri Mervi. Gue berdiri tepat di sampingnya. Tapi dia tetap tidak menyadari bahwa disitu ada gue. Mungkin dia keasyikan membaca komik.
     “Mer,udah lama nunggu?” gue memulai
     “Eh belum kok. Baru nyampe gue. Lu dari tadi di samping gue?”
     “Engga. baru aja sampe di samping lu hehe”
     “Oh gitu”
Setelah melontarkan kata “oh gitu” yang singkat,dia melanjutkan membaca komik. Gue jadi bingung harus berbuat apa. Tampaknya gue harus memulai percakapan kembali.
     “Emm mer.. gue mau nunjukin buku yang mungkin menarik buat lu..”
     “Oh iya,mana?”
     “Ayo ikut gue..”
Gue membawa Mervi ke rak buku seni. Di sana terdapat buku yang akan gue tunjukin ke Mervi. Yaitu buku “cara menggambar dengan pensil”. Sampai di rak buku tersebut,gue langsung menunjukan buku itu ke Mervi.
     “Nih,buku “cara menggambar dengan pensil” pasti lu suka..”
     “Waaah,iya gue lagi nyari-nyari buku ini den.. Makasih ya..”
     “Iya sama-sama.. “
Percakapan kembali terhenti. Mervi sekarang asyik membaca buku yang gue tunjukin tadi. Gue jadi bingung. Jarak gue dengan Mervi sekarang memang dekat. Hanya kurang dari sedepa. Tapi gue merasa dia masih jauh. Gue masih belum merasakan kedekatan dengan Mervi. Gue belum banyak bicara dengan dia. Hanya beberapa percakapan singkat yang selalu berakhir dengan kata yang pendek.
     Karena Mervi asyik membaca buku yang gue tunjukin. Gue akhirnya juga membaca buku yang gue suka. Tentang cara menggambar manga. Gue jenuh diam disaat Mervi asyik membaca. Tapi beberapa saat gue membaca buku,dia membuka pembicaraan.
     “Jadi lu udah berapa lama suka ngegambar kartun ?”
     “Dari gue SD,kebetulan gue suka nonton kartun dulu. Jadi terinspirasi. Kalo lu gambar cakep gitu dari kapan?
     “Ah biasa aja kok, gue mulai suka waktu SMP. Waktu itu ada cowok di kelas gue yang membuat gue karena dia bisa gambar baaguuus banget.  Gue jadi terinspirasi. Akhirnya gue mencoba ngikutin dia ngegambar gitu. Gue udah sering gambar bareng dia. Biasanya sih,pemandangan kota. Sayangnya,dia gak masuk SMA yang sama kayak gue. Dia masih di Kebayoran,Jakarta Selatan. “
     “Oh gitu ya..”
Kali ini gue yang mengeluarkan kata pendek pengakhir percakapan. Gue rasa cukup perkataan curahan hati Mervi yang tampaknya membuat sedikit hati gue robek. Tapi Mervi tiba-tiba mencoba meneruskan percakapan.
     “Oh iya,gue udah liat gambaran lu kemarin..”
     “Gambaran gue? Liat dimana?”
     “Di kasih liat Tomi. Bagus deh,kartun yang lu gambar lucu gitu. Hehe”
     “Oh si Tomi gak bilang-bilang. Iya,makasih hehe”
Perkataan Mervi mungkin tidak menjahit semua luka hati gue. Tapi paling engga,hati gue sudah tidak merasakan sakitnya. Seperti anestesi. Namun lebih cepat reaksinya.
     Hari itu percakapan gue dengan Mervi berlanjut. Lumayan lama. Gue dan Mervi berbincang tentang gambaran yang bagus. Juga membicarakan salah satu tokoh komik dan alur ceritanya yang seru. Gue ngerasa nyambung dengan Mervi. Mungkin dia juga merasa begitu. Tapi ada satu yang mengganggu percakapan gue dengan dia. Dia terus mengetik SMS saat berbicara dengan gue. Seperti ada yang sedang SMSan dengannya. Satu hal yang gue lupa. Gue belum tahu Mervi sudah punya pacar atau belum.
     Setelah asyik berbincang dengan Mervi. Gue pulang ke rumah. Niat gue untuk mengantar Mervi pulang pupus karena ayahnya Mervi menjemput. Hari itu berakhir. Tapi gue ingat tiap detik percakapan gue dengan Mervi di toko buku. Gue ingat saat Mervi lagi mengusap kepalanya saat tiap kali gue puji tentang gambarnya. Gue ingat saat dia menunjukan tokoh komik yang sangat dia suka. Bahkan gue ingat saat dia bersin  dan  gue ingat bunyi bersinnya. Kejadian itu terekam secara detail. Bagai tidak ada yang terlewat.
     Gue kembali ke sekolah di hari Senin. Hari itu hujan lagi,jadi sepertinya tidak ada upacara bendera. Kebetulan jam pertama hari itu Bahasa Indonesia. Berati jam pertama akan kosong,dan hanya akan diberi tugas karena Bu Dedeh sedang cuti hamil.
     Gue menuju kelas. Seperti biasa kelas sudah ramai dan masing-masing siswa berkumpul dengan temen sepermainannya. Gue juga lihat Mervi kembali berkumpul dengan teman-temannya di sudut kelas. Mereka bermain kartu UNO. Gue hanya kembali duduk di tempat duduk gue. Disana sudah ada teman sebangku gue,Tomi.
     “Gimana sob Sabtu kemarin?”
     “Lancar. Gue banyak ngobrol sama dia. “
     “Sebenernya gue tau info terbaru sob soal Mervi. Tapi gue takut lu jadi shock dan depresi”
Perkataan Tomi membuat gue terdiam sejenak. Gue menghelas nafas dalam-dalam.
     “Yaudah tom,bilang aja. Ada apa dengan si Mervi?”
     “Gue kemarin gak sengaja ngeliat pemberitahuan di beranda facebook gue. Gue liat Mervi jadian sama seseorang.”
     “Laki-laki?”
     “Iyalah laki-laki. Lu kira si Mervi Lesbian. “
     “Namanya siapa?”
     “Namanya Adriano siapa gitu..”
     Hati gue yang belum sempurna sembuh bagai ditikam lagi. Tapi kalau gue belum tahu dan semakin dekat dengannya. Mungkin akan lebih sakit lagi. Gue berterima kasih kepada Tomi yang udah ngasih tahu gue info yang penting. Hari itu suram. Gue merasa pengen cepet-cepet balik ke rumah. Pengen showeran dan galau sambil keramas.
     Setelah pulang sekolah,gue bertemu Mervi di depan pintu gerbang sekolah. Dia gak menyapa gue. Gue juga pura-pura gak ngeliat. Karena udah ngerasa diboongin sama Mervi. Gue langsung menuju angkot hijau yang biasa gue naikin. Begitu juga Mervi menaiki angkot yang biasa dia naiki. Bedanya,dia tidak sedang galau seperti gue.
     Pulangnya,gue galau berat. Mungkin kalau ditimbang galau gue sudah mencapai batas kemampuan timbangan untuk menimbang. Overload. Gue mencoba gak mau mikirin Mervi lagi. Tapi bayang-bayang dia seperti ada terus di kepala gue. Dia seperti mencoret-coret pikiran gue,tapi gak ngasih penghapusnya. Tapi malam itu,tiba-tiba handphone gue berbunyi. Gue liat,itu SMS dari Mervi. Gue jarang SMSan sama dia. Paling cuma waktu nanya PR,itu juga hanya percakapan pendek yang diakhiri dengan kata “oh gitu” yang dilontarkan Mervi. Perlahan gue menghampiri handphone gue. Gue mencoba membaca SMS nya.
     ”Halo semua,maaf ya kalau gue ada salah sama lu semua. Mulai besok gue udah pindah sekolah. Gue gak kuat di sekolah yang expert ini. Gue milih masuk SMA biasa aja. Byee.. Sampai bertemu lagi yaa.. jangan kangen..”
Gue tertegun sejenak. Tenggorokan gue seperti di jepit dengan sangat kuat. Gue gak bisa berkata sedikitpun. Gue bingung apa yang sedang terjadi. Perasaan gue,Mervi baik-baik aja di sekolah. Kenapa dia harus pindah? Sekolah Menengah Kejuruan Kimia Bogor memang terkenal dengan pelajarannya yang rumit. Karena disini banyak pelajaran kimia yang mungkin akan membuat pusing. Gue juga merasa pusing. Tapi gak sampai minum paramex tiga kardus.
     Setelah terdiam beberapa menit. Gue berniat membalas SMS dari Mervi.
     “Mer,lu pindah? Kok gitu?”
Agak lama. Sekitar setengah jam,Mervi baru membalas SMS gue.
     “Iya den,maafin gue ya kalau ada salah. Gue gak kuat sekolah disitu den.
     “Ya tapi kan tanggung,bentar lagi ujian semester. Lu bisa kok Mer..”
     “Ya makanya,mumpung masih setahun dan baru mau ujian semester satu,gue pindah aja. Gak kuat den. Hehe oh iya,terusin hobi gambar lu ya.. keren..”
 Mendengar alasannya yang seperti udah bulat. Gue akhirnya menyerah untuk membujuk Mervi tetap tinggal.
     “Yaudah deh kalo gitu. Sukses ya di sana. Iya gue bakal nerusin hobi gue kok.”
     “Makasih,sukses juga ya ^^”
Percakapan malam itu berakhir. Gue masih bingung antara sedih atau senang. Gue sedih karena orang yang gue suka harus pergi. Jarak gue dengan dia menjadi semakin jauh karena gue denger dia sekolah SMA di Kebayoran. Kebayoran dan Bogor cukup jauh. Atau gue harus seneng,karena orang yang membuat hati gue luka parah harus pergi. Dengan begitu gue gak akan ngeliat dia lagi. Malam itu,seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Selain galau,gue juga bingung. Otak gue jadi pusing kuadrat.
     Hari-hari gue setelah kepergian Mervi sangat suram. Hujan yang gerimis terasa badai bagi gue. Angin yang berhembus perlahan bagai topan. Rasa pedas tahu gejrot cabe tiga serasa pakai cabe sepuluh. Semua seakan berlebihan. Tomi beberapa kali menenangkan gue. Tapi gue masih belum bisa tenang. Kegalauan menyelimuti gue. Bukannya menghangatkan,diselimuti galau menyebabkan gue tidak bisa berpikir jernih. Di Laboratorium gue beberapa kali memecahkan alat gelas. Bukan karena hobi,tapi karena gue gak konsen dengan kerjaan gue di lab.
     Kegalauan gue sampai di akhir bulan di bulan terakhir. Saat itu ujian semester sudah lewat. Ujian gue lewati dengan pusing karena pelajaran yang sulit,dan galau karena Mervi. Untungnya gue hanya kena remed di beberapa pelajaran. Tidak semuanya. Oleh karena itu,hari ini gue harus mengikuti remedial pelajaran yang nilainya kurang.
     Setelah mengikuti remedial. Gue menuju papan pengumuman untuk melihat beberapa hasil nilai remedial gue. Syukurlah gue gak kena remed ulang karena nilai gue sudah cukup. Di samping kertas pengumuman remedial gue melihat poster tentang “Perayaan Tahun Baru Kota Bogor”. Gue tertarik. Karena beberapa temen deket gue seperti Tomi dan yang lainnya ingin juga pergi kesana. Perayaan tahun baru itu akan digelar di kebun raya Bogor. Pastinya asyik dan menjadi pengalaman pertama gue di kebun raya malam-malam.
     Setelah membaca poster itu,gue membalik badan gue. Tapi tiba-tiba ada perempuan di belakang gue. Gue hampir menabraknya. Ternyata temen sekelas gue. Namanya Tari.
     “Ehh.. maaf “
     “Iya gapapa..”
     “Eh Tari.. Mau ngapain tar? Ah Tari mah pasti gak kena remed lah hehe”
     “Ah iya sih alhamdulillah.. tapi Tari mau lihat poster ini. Katanya ada perayaan tahun baru di Kebun raya ya den?”
     “Oh iya.. Tari mau kesana?”
     “Mau.. tapi gak ada barengan.. hehe”
Ada terlintas pikiran untuk mengajak Tari ke Perayaan Tahun Baru. Karena kasihan dia gak ada barengan.
     “Tari mau ikut bareng Denny dan Temen-temen gak?”
     “Emm gimana ya,nanti Tari SMS deh kalau jadi bareng. Hehe”
     “Oke..”
Perayaan tahun baru akan digelar besok. Jadi malam ini gue menunggu SMS dari Tari. SMS itu pun datang.
      “Den,Tari jadi ikut. Janjian di depan museum zoologi yaah jam sepuluh”
      “Oke.”
Gue menuju museum Zoologi. Karena gue gak mau membuat Tari menunggu. Gue sama Tari cukup dibilang dekat. Karena meja gue dan dia di laboratorium bersebelahan. Jadi udah sekitar lima bulan ini gue dan dia selalu praktek bersama. Gue pernah berpikiran tentang cinlok atau cinta lokasi. Tapi gue mungkin hanya terbawa suasana. Tapi gue suka cilok. Rasanya enak. Oke gak nyambung.
     Gue sampai di zoologi pukul sepuluh kurang lima menit. Gue melihat Tari dari kejauhan. Baju yang dia pakai mengingatkan gue dengan Mervi saat di toko buku tiga bulan yang lalu. Rok hitam selutut dan baju warna merah maroon. Tari juga memiliki kulit yang putih,jadi cocok. Gue menyapanya. Dan masuk ke kebun raya. Disana sudah ramai. Banyak yang mengajak keluarganya karena tahun ini pertama kalinya perayaan tahun baru digelar di kebun raya.
     “yang lain mana den?” Tari bertanya
     “Oh mungkin pada masih dijalan tar..”
     “Oh gitu..”
Gue lupa SMS Tomi dan temen yang lain. Tapi saat mau SMS,ternyata sudah ada tiga SMS dari Tomi. Bertuliskan bahwa dia dan temen yang lain tidak jadi datang. Karena keluarganya mengajak ke tempat lain.
     Gue pun menceritakan dan menunjukan SMS Tomi ke Tari. Dia akhirnya mengerti. Kesimpulannya malam ini cuma gue berdua sama Tari. Gue takut cinta lokasi itu tumbuh. Gue masih belum siap untuk cinta yang baru.
     Tapi berbagai percakapan terjadi. Gue beberapa kali melontarkan candaan. Tari ternyata tipe orang yang mudah tertawa dengan candaan gue. Padahal biasanya orang yang mendengar candaan gue,akan berkata kalau gue garing dan gak lucu.
     Malam sudah mulai hampir jam 12. Gue dan Tari mendekat ke tempat lapang yang akan menjadi tempat menyalakan kembang api. Saat jam berdentang,kembang api itu dinyalakan. Semua orang senang dan bersorak. Ada yang meniup terompet. Ada yang bersorak-sorak “Happy New Year !!” . Dan seperti kembang api itu. Sepertinya ada cinta yang tersulut. Cinta lokasi ini benar-benar mulai menyala.
     Setelah perayaan tahun baru itu gue mulai intensif SMSan dengan Tari. Dia seperti menyambut cinta gue. Gak seperti cinta gue yang sebelumnya. Gue lebih merasa akrab dengan Tari karena sering berbincang saat praktek di lab. Tari juga menghibur gue saat gue galau maksimal. Tari seperti penawar racun yang menawarkan racun yang udah pekat di hati gue.
     Beberapa hari kemudian,gue dapet SMS dari Tomi. Isi SMSnya begitu mengejutkan. Kurang lebih begini.
     “Den,lu udah mulai deket sama Tari kan? Tembak dong ! Dia curhat sama gue. Dia suka sama lu.. tapi jangan bilang tau dari gue yaa”
 Gue bingung. Campur seneng. Gue seperti terbang dan memeluk bulan. Logika gue gak jalan. Buktinya gue pengen memeluk bulan. Padahal bulan ukurannya jauh lebih besar dari gue. Gue langsung menelpon Tari hari itu juga.
     “Halo, tar.. “
     “Iya ada apa den?”
 Percakapan itu mulai terbuka dan di akhir percakapan gue mulai mengatakan itu. Kata yang cukup singkat. Karena kebetulan gue bukan orang yang jago merangkai kata.
     “Tar gue suka sama lu,mau jadi pacar gue gak?”
Kata yang simpel. Klasik,dan monoton. Tari agak lama menjawabnya. Sekitar dua puluh menit. SMS itu pun tiba. Jawabannya juga singkat.
     “Aku mau den..”
Satu kata yang melukiskan perasaan gue sekarang adalah “Senang”. Perasaan galau maksimal yang diciptakan Mervi seperti tidak pernah terjadi. Bagai sirna dan tenggelam di dasar hati. Kini hati gue kembali utuh. Bekas lukanya sudah hilang. Mulai hari ini gue dan Tari resmi berpacaran. Tepat di awal bulan. Di tahun yang baru.
     Tahun baru waktu itu menjadi tahun baru yang spesial. Tahun baru itu menciptakan pengalaman baru,yaitu gue pergi ke perayaan tahun baru di kebun raya Bogor. Dan Cinta yang baru. Cinta gue ke Tari. Cinta yang tersulut akibat keseringan bertemu. Cinta Lokasi. Cinta Baru. Mervi. Cinta lama gue,biarkan hanya tenggelam di dasar hati. Tidak usah diingat. Tapi jangan juga dipaksa lupa. 


3 komentar:

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...