Waktu SMP gue
bisa dibilang anak paling keren. Paling keren diantara siswa cupu maksudnya.
Tapi gue termasuk orang yang cukup standar kalo lagi nongkrong bareng. Kalau
pelajaran kosong
biasanya gue dan teman-teman gue berkumpul di tempat yang kita
namakan DPR (Dibawah Pohon Rindang). DPR letaknya dekat lapangan basket dan
dekat sekali dengan lingkungan kelas. Walaupun cuaca sepanas apapun. Di DPR
tetap adem dan menyejukan. Otak yang terasa panas akibat pelajaran jadi adem.
Saking ademnya sampai otak gue beku dan gak encer lagi. Di DPR juga dapat
dijadikan tempat berbincang berbagai persoalan. Ada yang suka game. Mereka
ngomongin soal game. Ada yang suka band rock metal. Mereka membicarakan tentang
gitar listrik baru mereka. Ada yang suka sendiri. Akhirnya dia ngomong sendiri.
Karakter manusia yang bermacam-macam itu berkumpul di DPR.
Jadwal rutin gue
ngumpul di DPR yaitu waktu jam istirahat. Sekitar pukul 10.00. Biasanya gue
dateng bersama temen sebangku gue, Dheo. Biasanya gue dan Dheo makan nasi uduk
dulu baru berkumpul di DPR. Di DPR sudah banyak anak yang berkumpul. Nampaknya
tempat kosong udah gak ada lagi buat duduk. Tapi gue dan Dheo tetap kesana.
Disana banyak anak bassist. Anak bassist adalah anak yang suka bertempur
(baca : tawuran). Bukan pemain bass dalam suatu band. Anak bassist biasanya berkumpul membicarakan strategi perang melawan
sekolah sebelah atau tekhnik “cabut” terbaru yang efektif. Gue pernah denger
ucapan orang “kita boleh bandel,tapi gak boleh bodoh”. Mungkin ini yang mereka praktekan.
Mereka bandel. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang pernah tinggal kelas.
Gue dan Dheo
mengarah ke DPR. Mencoba duduk di pinggiran. Sedangkan anak bassist di tengah-tengah. Dheo sendiri
orang yang bergaul dengan siapa saja. Jadi dia cukup akrab dengan anak-anak bassist . Berbeda dengan gue. Gue agak
canggung kalau berbicara dengan mereka. Takut ujung-ujung pembicaraannya “Lu
mau ikut tawuran gak?”. Gue pasti gengsi bilang engga. Tapi gue sangat gak bisa
berkelahi tanpa maksud yang jelas. Membela sekolah ? sekolah kan bidang
pendidikan. Bukan militer atau premanisme (mulai seperti orang yang bener).
Saking bingung dan takutnya gue ditanya begitu sama anak bassist gue sampai pernah mau bilang “Emm bentar ya. Gue belum
lulus pelatihan tawuran tanpa luka.”. Gue yakin itu jawaban yang cerdas.
Dheo asyik ikutan
mengobrol dengan anak bassist. Sedangkan
gue hanya duduk dan senyum liar. Tiba-tiba ada yang dateng dari belakang gue.
“Hoy han !”
(sambil memegang pundak gue)
“Heey.. zaldi.”
“Yoi.. Lu sering
nongkrong di DPR juga? Lu kan gak bisa tawuran?”
“Yeh emang yang
duduk disini cuma orang yang bisa tawuran apa..”
“Engga sih. Haha
lu masih inget B2C gak?”
“Emm masih..”
“ Haha kapan
ngumpul lagi yaaa..”
Akibat
pembicaraan gue dengan Zaldi. Gue jadi inget kalo gue pernah (hampir) jadi anak
bandel. Percakapan yang tadi itu waktu gue kelas 3 SMP. Dan yang dimaksud Zaldi
B2C yaitu geng gue waktu kelas 1 SMP. Mendengar kata “geng” seolah gue dan anak
B2C lainnya sangar. Tapi kesangaran kami sangat jauh dari standard.
Berawal dari
kelas 1 SMP atau kelas 7 gue yang dipimpin oleh seorang ketua kelas yang
diktator (untuk ukuran anak kelas 1 SMP sih). Karena ketua kelas gue lebih
memilih mengurusi pacarnya daripada kelas.
Pejabat kelas pun begitu. Semua lebih mementingkan asmara. Terkadang
saat guru gak masuk. Ketua kelas malah lebih memilih mojok di belakang kelas
bersama pacarnya yang sekelas juga. Padahal ada tugas yang harus diambil di
guru piket. Semua aparatur kelas pun juga sedang asyik dengan pacar atau
gebetannya di kelas juga.
Melihat kelas
yang sudah tidak dapat dikatakan berdaulat lagi. Zaldi,seorang anak berambut
seperti jengger ayam mulai gerah. Namun dia tidak membuka baju dan celananya.
Yang dia lakukan adalah membuat gerakan separatis untuk meruntuhkan kekuasaan
ketua kelas dan aparatnya. Dia mengumpulkan orang-orang yang (jauh dari kata)
sangar. Dia mulai memilih orang-orang.
Pertama dia
memilih Fachril. Pilihan dia cukup tepat. Fachril memiliki wajah yang cukup
dewasa. Mungkin jika ada anak TK yang lewat depan Fachril. Mereka akan sungkem.
Fachril juga memiliki tinggi dan besar badan melebihi rata-rata. Waktu itu gue
Cuma seketek dia. Sehingga kalau gue lagi baris upacara sebaris dengan dia gue
mencium aroma menyengat.
Kedua dia memilih
Arel. Arel tidak semencolok Fachril. Dia lebih keliatan biasa. Misterius.
Diam-diam namun tetap bergerak pasti. Arel bergaya cool dan mempunyai wajah
yang sulit ditebak. Mungkin di B2C Arel lebih cocok jadi intelejen. Dia jago
menyamar dan sulit ditebak.
Ketiga sekaligus
keempat dia memilih Mega. Mega itu laki-laki. Tapi karena dia gemuk. Dia
mempunyai badan yang sedikit semok. Potongan rambutnya selalu “botak”. Badannya
yang gemuk dijadikan Zaldi sebagai divisi pertahan karena mirip benteng.
Keempat dia
memlih Kholif. Kholif berpenampilan seperti Arel namun lebih misterius. Dia
bisa senang dan marah kapan saja. Gue juga agak ngeri. Tapi Kholif anak yang
baik. Gue bisa menilai begitu karena dia pernah minjemin gue uang gopek.
Terakhir zaldi
memilih gue. Pilihan yang cukup salah. Karena dari nama geng yang akan di
bentuk adalah B2C. Kependekan dari “Bad Boys Community”. Kesan anggotanya harus
bisa berkelahi. Sedangkan gue terakhir kali berkelahi waktu TK. Gue menang.
Tapi gue disorakin seluruh ibu-ibu karena yang gue pukul adalah anak dari ketua
arisan. Awalnya gue gak mau bergabung dengan B2C. Tapi Zaldi menyemangati gue.
Matanya tajam. Setajam pensil yang baru diraut.
“Han,ayo ikut B2C
dan kita turunkan kepemimpinan ketua kelas yang sukanya pacaran itu..”
“Ya tapi kan gue
gak bisa berantem. “
“Yaudah ntar kita
latihan”
Kira-kira gue dulu (hampir) seperti ini |
Entah kenapa
mendengar kata “latihan” yang diucapkan Zaldi aga freak. Gue pikir semudah itu
latihan berkelahi. Mukul seseorang yang gak dikenal dijalan. Langsung berantem.
Terus diakhir berantem kita bilang “makasih ya mas udah mau nemenin saya
latihan berantem.”. Itu jauh dari logika. Lebih deket ke Lo gila?
Tapi karena terus
dibujuk. Gue ikut masuk menjadi anggota B2C. Ruang kosong di sebelah kelas dijadikan
basecamp B2C dan tempat mengatur strategi pemberontakan. Zaldi selalu memimpin.
Membuat strategi dan mengabarkan aktifitas terbaru dari aparatur kelas yang
mulai menyimpang. Semua asyik berbincang sementara gue lebih ke mendengarkan.
Gaya omongan Zaldi sangat identik dengan “Ipank” yang ada film “Realita Cinta
dan Rock n Roll”. Dia suka banget sama akting Vino G. Bastian menjadi “Ipank”.
Menurut dia, Ipank merupakan siswa nakal yang ideal yang harus dijadikan
panutan. Seperti berkelahi,berjalan hanya pake boxer,dan merokok. Tapi
satu-satunya yang sudah Zaldi lakukan hanyalah berjalan hanya pake boxer. Tapi
dia ingin menjadi anak yang nakal seperti Ipank. Entah kenapa.
Di akhir
pembicaraan di ruang berkumpul di suatu siang yang terik.
“Hoy main ke
rumah gue yuk besok..” Ajak Zaldi
“ Hmm.. Ayo aja.”
Jawab Fachril singkat
“(mengangguk)”
Arel hanya memberi isyarat menandakan “iya”.
“Oke.. Makanannya
banyakin yee..” Ujar Mega sambil makan ciki.
“Setuju. Kita
bikin strategi buat si ketua kelas hancur sehancurnya..” ucap Kholip garang..
“Emm,oke gue
ikut...” Gue jawab dengan yakin.
Karena semuanya
ikut,gue pun ikut. Gue juga mulai asyik dengan perkumpulan ini. Pandangan gue
dan pandangan mereka sama. Kelas gue perlu dirubah. Perlu ada pemimpin baru
yang memimpin.
Keesokan harinya.
Rencana pergi ke rumah Zaldi pun dimulai. Gue dan anggota B2C lainnya pergi
bersama. Sementara Zaldi menunggu di rumahnya. Karena kami (agak) kekurangan uang. Kami jalan kaki. Perjalanan
menempuh jarak yang lumayan jauh. Sekitar 5 kilometer. Tapi jadi tidak terasa
karena sepanjang perjalanan kami asyik berbincang.
Setelah menempuh
jarak yang cukup jauh dan melelahkan. Akhirnya gue dan B2C sampai di rumah
Zaldi. Karena saking lelahnya gue sampai keringetan,Kholip sampai terhela
nafasnya,Mega sampai betisnya mirip talas Bogor. Zaldi menyambut hangat dari
dalam rumah. Ternyata rumahnya sedang keadaan kosong. Tidak ada orang tuanya.
Hanya Zaldi.
“Ayo masuk..
selow gak ada siapa-siapa.” Kata Zaldi sambil membukakan pintu gerbang.
Gue dan teman gue
masuk ke rumah Zaldi. Semua langsung duduk di sofa tanpa dipersilahkan. Antara
capek dan kurang ajar memang beda tipis. Zaldi memberikan kami minum dan
memperlakukan tamu seperti seharusnya. Setelah itu kita kembali berbicara
tentang ketua kelas yang tidak layak menjadi ketua kelas itu. Kita kembali
menyusun strategi untuk pemberontakan. Di akhir pembicaraan,Zaldi mulai memunculkan
ide ambisi untuk menjadi nakal lagi.
“Bro.. Ngerokok
yuk.”
Semua hening. Kita semua memang belum pernah ngerokok waktu
itu. Apalagi gue yang makan permen karet aja masih ketelen. Dulu SD gue juga
pernah ditawarin rokok sama temen-temen yang salah gaul. Tapi untungnya
malaikat gue lebih kuat dari setan. Atau mungkin setannya belum belajar menjadi
penggoda yang benar. Akhirnya gue gak kepengaruh.
“Emm engga deh..
ngapain..” kata Arel singkat.
“Ya kan kita biar
kayak anak bandel brohh” Zaldi membela.
Zaldi memang mau jadi Ipank banget. Dilain waktu saat
anak-anak B2C lagi jalan bareng di suatu komplek perumahan dan ada anak SMP
lain yang lagi lewat juga (bergerombol). Tiba-tiba saat berpapasan Zaldi
langsung melihat mereka dengan sinis dan seperti layaknya anak gaul mengajak
berkelahi dia selalu teriak
“Ape lo ? Apee? Ha? APEEEE???”
Ngajak ribut tapi
logatnya seperti orang nelpon yang hilang sinyal. Untungnya kita gak jadi
berantem karena kebetulan ada satpam komplek yang lewat. Padahal gue udah
siap-siap lepas ikat pinggang (biar longgar aja sih).
Zaldi masih
dengan keinginannya tadi. Dia ingin merokok. Namun yang lain masih dengan
keinginannya juga. Gak mau ngerokok. Gue bingung apa enaknya sih ngerokok.
Enakan juga permen kojek. Beberapa waktu berselang,tiba-tiba ada yang mengetuk
pintu.
“tok.. tok..
tok.. Assalamualaikum”
“Siapa tuh di?”
Fachril bertanya.
Ketika pintu
dibuka. Nampaklah perempuan berpakaian rapi. Dia ibunya Zaldi.
“Lho? Pada main
ya.. Zaldi kok makanannya gak dikeluarin semua?”
Saat mendengar ibu Zaldi ngomong gitu, Mega melirik Zaldi.
Tanda dia masih lapar. Zaldi tahu kalau dia mengeluarkan seluruh makanannya. Maka
makanan itu akan habis dalam waktu kurang dari enam puluh detik.
Zaldi mempunyai
ibu seorang dosen sastra Jepang di universitas negeri tersohor. Gue kaget dia
memiliki anak yang ingin menjadi “bandel”. Entah mungkin Zaldi memang ingin
dibilang gaul atau ini memang pengaruh film yang di tontonnya. Tapi gue sering
menemukan anak-anak yang kayak Zaldi. Mereka ingin dibilang gaul. Dan malah
salah gaul pada akhirnya. Untungnya Zaldi masih dikontrol oleh ibunya yang
seorang dosen. Seperti perkataan ibunya yang sangat bertolak belakang dengan
perkataannya yaitu
“Kalian jangan coba-coba merokok ya.. itu gak baik..”.
Saat
kami dinasehati seperti itu. Gue melirik wajah Zaldi. Seperti ada pertentangan
yang terlukis di wajahnya.
wah keren nih, udah kayak cerpen aja nih:D
BalasHapusMakasih sudah berkunjung ya ^^ iya emang kayak cerpen gitu.. hehe
Hapushaha bagus han cuma sayang fontnya kekecilan :D
BalasHapusOke zal,ntar digedein.. *otw sukabumi*
HapusKeren nih ceritanya, kalo sekolah itu emang gak jauh-jauh dari geng
BalasHapusMakasih ^^ Iyap bener banget tuh.. pernah nge-geng juga gak ? hehe
HapusFontnya kurang men, dibuntingin lagi dong muehehe.
BalasHapusYang namanya sekolah kalo nggak ngumpul sama kelompok rasanya kurang greget ya :D
Oke men udah dibuntingin tuh hehe :D Yoi bener tuh.. itu suatu memori yang terkenang..
Hapuspas masih jaman sekolah, emang paling enak nge geng. haha.
BalasHapussemoga lo tetap gak bandel sampai sekarang bro.
Yoi.. Alhamdulilah saya masih menjadi anak baik *kayaknya* hehehe Thanks for visit ^^
HapusNgakak sama tingkah lakunya Zaldi XD
BalasHapusHaha emang gitu dia.. Fanatik Ipank.. Thanks for visit ^^
Hapuscuma visit tapi gk baca haha
BalasHapuscerita karangannya mirip seperti yang riil riil dikehidupan jilbab khimar
BalasHapus