27 Mar 2018

Bukan Kisah Putih Abu #6 : Tampar saja, Tampar !!

Dirijen kembali memberi aba-aba untuk memulai nyanyian dari awal.  Kita semua bernyanyi sambil mengingat nadanya masing-masing. 

Di tengah nyanyian, tiba tiba pintu kelas yang tadinya tertutup, langsung terbuka. Udara dingin dari luar ruangan menyembul masuk mengiringi sekelompok orang yang tiba-tiba masuk itu. Dirijen menghentikan gerakan tangannya. Prasa-prasi yang tadi fokus ke dirijen beralih ke arah pintu.

Yang masuk adalah para pengawas. Mereka adalah anggota Persatuan Pelajar yang memiliki jabatan tertinggi pada acara MOS ini. Laki-laki pada kelompok pengawas ini tidak botak seperti prasa dan panitia laki-laki lainnya. Rambut mereka tidak seperti telur asin.

Mereka baik sih, gak suka bentak-bentak. Tapi wibawa mereka yang membuat kita semua jadi "takut". Pun para panitia yang sepertinya memandang pengawas seperti pemimpin tertinggi mereka.

Para panitia kesenian yang tadinya berkumpul di tengah ruangan, dekat dengan tempat dirijen berdiri, berjalan menuju samping kanan dan kiri ruangan.

Para pengawas yang diketuai oleh ketua PP yaitu Kak ridwan sekarang berada di tengah ruangan. Dekat dengan dirijen yang masih berdiri di atas kursi. Dia terlihat sedikit kebingungan. Apa yang harus dia lakukan? Menyapa pengawas sambil bergaya salto?

"Coba saya mau dengar kalian nyanyi lagi. Sudah sebagus apa untuk acara besok." kata Kak Ridwan.

Dirijen kembali mengayunkan tangannya. Kita semua mulai bernyanyi dengan sambil takut-takut. Karena ini pertama kalinya kita bernyanyi di depan pengawas.

Sampai bait keempat. Nyanyian dihentikan dengan isyarat tangan Kak Ridwan mengepal ke atas, ke arah dirijen.

"Kalian mau nyanyi begini di depan orang tua kalian?" katanya dengan tegas.

Gue dalam hati berkata, "masih mending ini kak, sebelumnya saya kalau nyanyi suaranya gak keluar. Tapi ke dalem."

 "Mana ketua MOS?" tanya kak Ridwan.

Kemudian majulah ketua MOS ke depan. Kak Ridwan memberi isyarat dirijen untuk turun dari kursi. Digantikan dengan ketua MOS yang kini berdiri di tempatnya.

"Menurut lu udah bagus belum mereka nyanyinya?" tanya Kak Ridwan ke Ketua MOS.

"SIAP, BAGUS!!"

Jawaban ketua MOS tentu membuat prasa-prasi merasa sedang dibela dihadapan pemimpin tertinggi acara MOS ini. Tidak ada sedikit suara pun di ruangan ini selain suara Kak Ridwan dan ketua MOS. Yang dapat dilakukan prasa-prasi hanyalah menonton kejadian itu dengan reaksi yang macam-macam. Ada yang menangis, ada yang takut, tapi sejauh ini belum ada yang pipis di celana.

 Di tengah kesunyian, tiba-tiba Kak Ridwan mengayunkan tangan kanannya ke arah pipi ketua MOS.

"Halah, gak becus lo!" *PRAKK* katanya sambil menampar syahdu.

Gemuruh suara yang didominasi prasi (peserta MOS perempuan) memenuhi ruangan. Ada yang berkata.

"Aduh, kok di tampar kakaknya."

Ada yang kaget bilang.

"Yaampun !!"

Untungnya gak ada yang kaget sambil latah ngomong jorok.

Setelah menampar ketua MOS, Kak Ridwan langsung pergi dari ruangan beserta para pengawas lainnya. Kemudian ruangan itu kembali sunyi dengan sempurna. Sedikit saja terdengar isak dan senguk suara prasi yang menangis.

Wajah ketua MOS menjadi merah sebelah karena bekas tamparan ketua pengawas, Kak Ridwan. Dia turun dari kursi, lalu dengan ekspresi geram, dia memanggil koordinator kesenian untuk ke tengah kelas.

"Coba kesini koordinator kesenian !!" katanya sambil memberi isyarat menyuruh koordinator kesenian untuk naik ke atas kursi yang tadi dinaiki.

"Dengar kan kata pengawas kalau nyanyi mereka belum bagus, kenapa bisa begitu?" Ketua MOS memberi pertanyaan kepada koordinator kesenian. Yang nantinya akan di jawab oleh koordinator kesenian. Apakah jawabannya akan benar? (loh kok jadi kayak kuis).

"SIAP, KITA KURANG WAKTU !!" koordinator kesenian menjawab.

"Kenapa kurang waktu?"

"SIAP, PANITIA ACARA NGARET !!"

Gue kaget saat mendengar itu. Ini sudah membawa-bawa panitia acara yang berarti konflik ini akan semakin melebar.

"Panggil koordinator acara !!" Pinta ketua MOS kepada panitia lain.

Sekitar tiga puluh detik dari permintaan ketua MOS, masuklah para panitia acara dipimpin koordinatornya yang berjalan paling depan. Ketua MOS memberikan isyarat menyuruh koordinator acara untuk naik ke kursi juga seperti koordinator kesenian.

"Prasa-prasi nyanyinya belum bagus. Kata kesenian ini gara-gara acara ngaret, betul begitu?"

"SIAP, TIDAK. JUSTRU KESENIAN YANG NGARET !!" kata koordinator acara.

Setelah jawaban koordinator acara itu, senyap ruangan tiba-tiba terkoyak dengan suara-suara dari panitia acara dan kesenian yang masing-masing merasa tidak ngaret.

Jadi, mereka tuduh-tuduhan siapa yang ngaret gitu. Kalau kata gue sih, kesenian maupun acara gak ada yang ngaret. Karena gak ada pohon karet untuk diambil getahnya di sekitar sini (salah definisi).

Mendengar jawaban koordinator acara itu, ketua MOS menunduk ke bawah. Lalu berteriak dengan keras.

"DIAM SEMUA !!"

Panitia acara dan kesenian yang tadinya berteriak dan saling beradu argumen langsung menutup mulut. Hening kembali menyelimuti ruangan itu.

Prasa-prasi semakin bingung apa yang harus dilakukan. Pun gue juga bingung. Kita tadinya dibawa ke ruangan ini untuk latihan nyanyi bareng. Tapi kenapa disuguhi drama pengadilan seperti ini.

"Banyak alasan kalian !!" *PRAKK* teriak ketua MOS sambil mengayunkan tangannya ke arah pipi koordinator kesenian dan acara. Langsung dua pipi gitu sekali ayunan. Kakak ketua MOS ini adalah penampar yang handal.

Seperti pengawas tadi. Selesai menampar koordinator kesenian dan acara, ketua MOS langsung keluar ruangan. Kemudian setelah itu. Terjadilah adu mulut antara koordinator acara dan kesenian. Diikuti dengan para anggota lainnya. Jadilah ruangan itu menjadi panggung adu mulut antar panitia acara dan kesenian.

Tidak puas sampai adu mulut saja. Panitia acara dan kesenian langsung menyerbu satu sama lain seperti tawuran tapi tidak membawa senjata. Terjadilah huru hara di dalam ruangan itu.

Gue panik. Mungkin bukan gue doang, semua prasa-prasi waktu itu langsung panik. Gue yang takut kena pukulan huru-hara panitia acara dan kesenian langsung berusaha lari ke luar ruangan. Melewati puluhan orang botak lainnya. Gue akhirnya sampai di pintu keluar. Sambil dorong-dorongan. Akhirnya gue keluar dari ruangan huru-hara itu.

Sesampainya di luar gue melihat pemandangan yang aneh. Di luar ruangan terdapat beberapa panitia yang sedang menonton huru-hara di dalam. Dalam hati gue bingung.

"Kenapa nontonin doang? kok gak ikutan berantem?"

eh salah.

"Kenapa nontonin doang? kok gak dipisahin?"

Dan beberapa dari mereka ada yang membawa kamera.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

"Eh, gak boleh keluar. Ayo masuk ruangan lagi !!" kata panitia yang gue gak tahu bagian apa, tapi kemungkinan besar panitia kelog.

Loh ini gimana, kenapa gue mau menyelamatkan diri dari huru-hara di dalam, malah disuruh masuk ke dalam ruangan lagi? Biar gue ketonjok gitu?

Lalu gue dan beberapa prasa-prasi yang berhasil keluar ruangan di dorong masuk ke dalam lagi.

Di dalam, huru-hara sudah sedikit mereda dengan dilerainya panitia acara dan kesenian oleh panitia kelog. Sumpah serapah dan adu mulut masih mereka lakukan sampai akhirnya mereka digiring keluar oleh panitia kelog.

"Coba barisannya dirapihin lagi!!" kata seorang panitia yang diketahui adalah ketua panitia kelog.

Satu menit hingga barisan kembali terbentuk rapih. Tapi suasana ruangan sudah tidak karuan. Jumlah yang menangis semakin banyak. Bahkan beberapa prasa yang agak melankolis juga ada yang matanya basah. Mata gue juga basah sih. Tapi mata kaki.

"Dengan ini gue beritahu kalian, kalau kepanitian MOS sudah bubar. Sekarang semua rangkaian acara MOS di ambil alih oleh KELOG!!" kata ketua kelog sambil berjoget bersama anggota kelog lainnya.

Prasa-prasi tidak mengucap apapun saking bingungnya. 

Hari ini adalah hari keempat MOS. Dan gue makin gak ngerti, ini orientasi untuk apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...