6 Apr 2018

(Hampir) Jadi Anak Nakal

Waktu SMP gue bisa dibilang anak paling keren. Paling keren diantara siswa cupu maksudnya. Tapi gue termasuk orang yang cukup standar kalo lagi nongkrong bareng anak-anak lain. Kalau pelajaran kosong biasanya gue dan teman-teman gue berkumpul di tempat yang kita namakan DPR (Dibawah Pohon Rindang).


DPR letaknya dekat lapangan basket dan dekat sekali dengan lingkungan kelas. Walau cuaca sepanas apapun. Di DPR tetap adem dan menyejukan. Otak yang terasa panas akibat pelajaran jadi adem. Saking ademnya sampai otak gue beku dan gak encer lagi.

Di DPR juga dapat dijadikan tempat berbincang berbagai persoalan. Ada yang suka game. Mereka ngomongin soal game. Ada yang suka band rock metal. Mereka membicarakan tentang gitar listrik baru mereka. Ada yang suka sama diri sendiri. Akhirnya dia ngomong sendiri (?). Karakter manusia yang bermacam-macam itu berkumpul di DPR.

Jadwal rutin gue ngumpul di DPR yaitu waktu jam istirahat. Sekitar pukul 10.00. Biasanya gue dateng bersama temen sebangku gue, Dheo. Biasanya gue dan Dheo makan nasi uduk dulu baru berkumpul di DPR. Di DPR sudah banyak anak yang berkumpul. Nampaknya tempat kosong udah gak ada lagi buat duduk. Tapi gue dan Dheo tetap kesana. Disana banyak anak bassist. Anak bassist adalah anak yang suka bertempur (baca : tawuran). Gue kira awalnya mereka adalah pemain bass dalam suatu band.

Anak bassist biasanya berkumpul membicarakan strategi perang melawan sekolah sebelah atau teknik 'cabut' terbaru yang efektif. Gue pernah denger ucapan orang “kita boleh bandel,tapi gak boleh bodoh”. Mungkin ini yang mereka praktekan. Mereka bandel. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang pernah tinggal kelas.
Gue dan Dheo mengarah ke DPR. Mencoba duduk di pinggiran. Sedangkan anak bassist di tengah-tengah. Dheo sendiri orang yang bergaul dengan siapa saja. Jadi dia cukup akrab dengan anak-anak bassist . Berbeda dengan gue. Gue agak canggung kalau berbicara dengan mereka.

Takut ujung-ujung pembicaraannya “Lu mau ikut tawuran gak?”. Gue pasti gengsi bilang engga. Tapi gue sangat gak bisa berkelahi tanpa maksud yang jelas. Membela sekolah? sekolah kan bidang pendidikan, bukan militer atau premanisme (gue mulai seperti orang bener). Saking bingung dan takutnya gue ditanya begitu sama anak bassist gue sampai pernah mau bilang “Emm bentar ya. Gue maun ngambil kursus pelatihan tawuran tanpa luka dulu." Gue yakin itu jawaban yang cerdas.

Dheo asyik ikutan mengobrol dengan anak bassist. Sedangkan gue hanya duduk dan senyum sendiri. Tiba-tiba ada yang dateng dari belakang gue.

     “Hoy han !” katanya sambil memegang pundak gue.

     Ternyata itu adalah Zaldi. Teman sekelas gue waktu kelas tujuh.

     “Ngapain lu nongkrong di DPR? Lu kan gak bisa tawuran?”

     “Yeh emang yang duduk disini cuma orang yang bisa tawuran apa?”

     “Engga sih." katanya sambil tertawa. "lu masih inget B2C gak?” Zaldi melanjutkan.

     “Masih sih.” kata gue singkat

     “ Haha kapan ngumpul lagi ya?”

Akibat pembicaraan gue dengan Zaldi. Gue jadi inget kalo gue pernah (hampir) jadi anak bandel. Yang dimaksud Zaldi B2C yaitu geng gue waktu kelas 1 SMP. Mendengar kata “geng” seolah gue dan anak B2C lainnya sangar. Tapi kesangaran kami sangat jauh dari standard. Dimarahin guru aja nangis (gue doang sih).

Berawal dari kelas tujuh, kelas gue yang dipimpin oleh seorang ketua kelas diktator (untuk ukuran anak kelas tujuh sih). Karena ketua kelas gue lebih sering mengurusi pacarnya daripada kelas.  Pejabat kelas pun begitu (Wakil ketua dan para seksi kelas). Semua lebih mementingkan asmara. Misalnya saat pelajaran kosong. Ketua kelas malah lebih memilih mojok di belakang kelas bersama pacarnya (kebetulan sekelas juga). Padahal ada tugas yang harus diambil di guru piket. Semua aparatur kelas pun juga sedang asyik dengan pacar atau gebetannya di kelas juga.

Melihat kelas yang sudah tidak dapat dikatakan berdaulat lagi. Zaldi,seorang anak berambut seperti jengger ayam mulai gerah. Namun dia tidak membuka baju dan celananya. Yang dia lakukan adalah membuat gerakan separatis untuk meruntuhkan kekuasaan ketua kelas dan aparatnya. Dia mengumpulkan orang-orang yang (jauh dari kata) sangar. Dia mulai memilih orang-orang.

Pertama dia memilih Fachril. Pilihan dia cukup tepat. Fachril memiliki wajah yang cukup dewasa. Mungkin jika ada anak SMA yang lewat depan Fachril, mereka akan sungkem. Fachril juga memiliki postur tubuh tinggi besar, melebihi rata-rata anak kelas tujuh. Gue aja hanya seketek dia. Sehingga kalau gue lagi baris upacara sebaris dengan dia, gue mencium aroma menyengat.

Kedua dia memilih Arel. Arel tidak se-mencolok Fachril. Dia lebih keliatan biasa. Misterius. Diam-diam namun tetap bergerak pasti. Arel bergaya cool dan mempunyai wajah yang sulit ditebak. Mungkin di B2C, Arel lebih cocok jadi intelejen. Karena dia sulit ditebak seperti soal teka teki silang.

Ketiga mungkin juga sekaligus keempat (karena dihitung dua) dia memilih Mega. Mega itu laki-laki. Tapi karena dia gemuk dan mempunyai badan yang semok, terkadang dia menyerupai ibu-ibu yang sedang hamil tua. Potongan rambutnya selalu botak. Badannya yang gemuk dijadikan Zaldi sebagai divisi pertahanan, karena mirip benteng.

Keempat dia memlih Kholif. Kholif berpenampilan seperti Arel namun lebih misterius lagi. Dia sepertinya memiliki kepribadian ganda. Dia bisa senang dan marah kapan saja. Gue juga agak ngeri. Tapi Kholif anak yang baik. Gue bisa menilai begitu karena dia pernah minjemin gue uang gopek.

Terakhir zaldi memilih gue. Pilihan yang cukup salah. Karena dari nama geng yang akan di bentuk adalah B2C. Kependekan dari “Bad Boys Community”. Kesan anggotanya harus bisa berkelahi. Sedangkan gue terakhir kali berkelahi waktu TK. Gue menang. Tapi gue disorakin seluruh ibu-ibu karena yang gue pukul adalah anak dari ketua arisan. Awalnya gue gak mau bergabung dengan B2C. Tapi Zaldi menyemangati gue. Matanya tajam. Setajam pensil yang baru diraut.

“Han, ayo ikut B2C dan kita turunkan kepemimpinan ketua kelas yang sukanya pacaran itu!"

“Ya, tapi kan gue gak bisa berantem.“

“Yaudah ntar kita latihan” katanya dengan nada optimis.

Entah kenapa mendengar kata “latihan” yang diucapkan Zaldi agak aneh. Gue pikir, bagaimana caranya latihan berkelahi? Mukul seseorang yang gak dikenal dijalan terus langsung berantem? Terus diakhir berantem kita bilang “makasih ya mas udah mau nemenin saya latihan berantem.”. Itu jauh dari logika. Lebih deket ke lo gila?

Karena terus dibujuk. Gue ikut masuk menjadi anggota B2C. Ruang kosong di sebelah kelas dijadikan basecamp B2C dan tempat mengatur strategi pemberontakan. Zaldi selalu memimpin. Membuat strategi dan mengabarkan aktifitas terbaru dari aparatur kelas yang mulai menyimpang. Semua asyik berbincang sementara gue lebih ke mendengarkan.

Gaya omongan Zaldi sangat identik dengan Ipank yang ada di film Realita, Cinta dan Rock n Roll. Dia suka banget sama akting Vino G. Bastian menjadi Ipank. Menurut dia, Ipank merupakan siswa nakal yang ideal yang harus dijadikan panutan. Seperti berkelahi, keluar rumah hanya pakai boxer doang, dan merokok. Tapi mungkin satu-satunya yang sudah Zaldi hanyalah keluar rumah pake boxer. Itu pun kemudian dia ada di dalem mobil.

Meski masih jauh dari predikat anak nakal. Zaldi masih berusaha untuk menjadi anak yang nakal seperti Ipank. Entah kenapa.

Di akhir pembicaraan di ruang berkumpul di suatu siang yang terik.

“Hoy main ke rumah gue yuk besok.” Ajak Zaldi

“Ayo aja.” Jawab Fachril singkat

Arel hanya mengangguk memberi isyarat menandakan dia setuju.

“Oke, makanannya siapin ye.” Ujar Mega sambil makan ciki.

 “Setuju. Kita bikin strategi buat menghancurkan rezim ketua kelas sehancur-hancurnya!!" ucap Kholip sambil tertawa garang.

Karena semuanya ikut, gue pun ikut. Gue juga mulai asyik dengan perkumpulan ini. Pandangan gue dan pandangan mereka sama kalau kelas tujuh kami perlu dirubah. Perlu ada pemimpin baru yang memimpin. Pemimpin yang sekarang, terlalu letoy dan mesum (sering mojok pacaran).

Keesokan harinya. Rencana pergi ke rumah Zaldi pun dimulai. Gue dan anggota B2C lainnya pergi bersama setelah pulang sekolah. Sementara Zaldi menunggu di rumahnya. Karena kami (agak) kekurangan uang. Kami jalan kaki. Perjalanan menempuh jarak yang lumayan jauh. Sekitar 5 kilometer. Tapi jadi tidak terasa karena sepanjang perjalanan kami asyik bercanda.

Setelah menempuh jarak yang cukup jauh dan melelahkan. Akhirnya gue dan B2C sampai di rumah Zaldi. Karena saking lelahnya gue sampai keringetan, Kholip sampai terhela nafasnya, Mega sampai betisnya membesar mirip talas Bogor. Zaldi menyambut hangat dari dalam rumah. Ternyata rumahnya sedang keadaan kosong. Tidak ada orang tuanya. Hanya Zaldi.

“Ayo masuk. Selow gak ada siapa-siapa.” Kata Zaldi sambil membukakan pintu gerbang.

Gue dan teman gue masuk ke rumah Zaldi. Semua langsung duduk di sofa tanpa dipersilahkan. Antara capek dan kurang ajar memang beda tipis. Zaldi memberikan kami minum dan memperlakukan tamu seperti seharusnya. Setelah itu kita kembali berbicara tentang ketua kelas yang tidak layak menjadi ketua kelas itu. Kita kembali menyusun strategi untuk pemberontakan. Di akhir pembicaraan, Zaldi mulai memunculkan ide untuk menjadi anak nakal lagi.

“Bro, ngerokok yuk! ”

Semua hening. Kita semua memang belum pernah ngerokok. Apalagi gue yang makan permen karet aja masih ketelen. Dulu SD gue juga pernah ditawarin rokok sama temen-temen yang salah gaul. Tapi untungnya malaikat gue lebih kuat dari setan. Atau mungkin setannya belum belajar menjadi penggoda yang benar. Akhirnya gue gak kepengaruh.

“Emm engga deh. ngapain.” kata Arel singkat. Sedangkan yang lain masih menunduk bingung apa yang harus di jawab. Kita memang sama-sama benci dengan ketua kelas. Tapi bukan berarti kita semuanya mau menjadi anak yang benar-benar nakal.

"Ya kan kita biar kayak anak bandel bro.” Zaldi berkata sambil tertawa kecil.

Zaldi kembali menunjukan ambisinya untuk menjadi seperti Ipank. Pernah ketika anak-anak B2C lagi jalan bareng di suatu komplek perumahan dan ada anak SMP lain yang lagi lewat juga (bergerombol gitu). Tiba-tiba saat berpapasan Zaldi langsung melihat mereka dengan sinis dan seperti layaknya anak gaul mengajak berkelahi dia tiba-tiba teriak.

“Ape lo? Apee? Ha? APEEEE???”

Ngajak ribut tapi logatnya seperti orang nelpon yang hilang sinyal. Untungnya kita gak jadi berantem karena kebetulan ada satpam komplek yang lewat. Padahal gue udah siap-siap lepas ikat pinggang (biar longgar aja sih). 

Zaldi masih dengan keinginannya tadi. Dia ingin merokok. Namun yang lain masih dengan keinginannya juga. Gak mau ngerokok. Gue bingung apa enaknya sih ngerokok. Enakan juga permen kojek.

Beberapa waktu berselang, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.

“Assalamualaikum”

“Siapa tuh di?” Fachril bertanya.

Ketika pintu dibuka. Nampaklah perempuan berpakaian rapi. Dia ibunya Zaldi.

“Wah kalian teman-temannya Zaldi ya?" katanya sambil tersenyum. "Selamat datang di rumah Zaldi ya." tambahnya sambil melirik ke arah meja di ruang tamu yang diatasnya diletakkan beberapa makanan ringan.

"Zaldi kok makanannya gak dikeluarin semua?” tanya Ibu Zaldi.

Saat mendengar ibu Zaldi bicara seperti itu, Mega melirik Zaldi. Tanda dia masih lapar. Zaldi tahu kalau dia mengeluarkan seluruh makanannya. Maka makanan itu akan habis tanpa sisa. Bisa-bisa plastiknya juga diurai sama Mega.

Zaldi mempunyai ibu seorang dosen sastra Jepang di universitas negeri tersohor. Berbeda dengan anaknya yang ingin menjadi nakal. Entah mungkin Zaldi memang ingin dibilang gaul atau ini memang pengaruh film yang di tontonnya. Tapi gue sering menemukan anak-anak yang seperti Zaldi. Mereka ingin dibilang gaul, akhirnya malah salah gaul. Untungnya, Zaldi masih dikontrol oleh ibunya.

Ketika kami sedang asyik menikmati makanan yang baru dikeluarkan Zaldi dari lemari setelah Ibunya pulang. Ibunya berkata kepada kami semua.

“Kalian jangan coba-coba merokok ya. Itu gak baik.”

Gue langsung tertegun mendengar itu. Gue mengangguk pelan dan sepenuhnya setuju dengan perkataan Ibunya Zaldi. Lalu gue perlahan melirik wajah Zaldi. Seperti ada pertentangan yang terlukis di wajahnya. Hari itu, kami semua berkesimpulan untuk tidak boleh merokok dan melakukan hal nakal yang keterlaluan.

Lain halnya dengan membuat rusuh di kelas. B2C masih konsisten untuk menentang kepemimpinan ketua kelas yang masih jauh dari kata baik. Kami selalu berbuat onar bersama di kelas. Membuat sorakan ketika ketua kelas pacaran di pojokan, menjahili para pejabat kelas yang 'culun', dan membuat tulisan-tulisan kampanye untuk mengganti ketua kelas di meja-meja kelas. Kami menulisnya dengan tipe-ex.

Tentu saat dewasa kami sadar kalau hal yang kami lakukan dulu adalah tidak benar. Tapi satu hal yang kami pelajari adalah sahabat bukan hanya saling melengkapi, bukan hanya sedih-sedihan bersama. Sahabat juga bisa bertemu karena memiliki kesamaan tujuan, bahkan hanya tujuan sepele seperti ingin mengganti ketua kelas. Segala keasyikan saat kami bersama dulu, mungkin akan sulit terulang ketika sudah dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...