7 Apr 2018

Supaya Kuesioner Terisi

Saking lamanya tidak menulis di blog, tulisan terakhir gue adalah tulisan ketika gue masih tahun kedua di kuliah. Sedangkan sekarang sudah masuk semester akhir. Problema klasik mahasiswa semester akhir adalah lika liku dalam membuat skripsi. Sebenarnya bukan problema yang terlalu menyeramkan. Tetapi hanyalah sebuah tantangan untuk menaiki level selanjutnya. Asik, gue lagi kesambet om botak teguh.


Gue mengambil judul skripsi yang berkenaan tentang kepuasan pelanggan. Gue kuliah jurusan teknik industri (yang gak nyambung sama jurusan SMK dan kerjaan gue) tapi skripsi gue gak gue lakukan di pabrik atau tempat industri. Hal ini karena gue kerja di Head Office, tempat yang sangat berbeda dengan pabrik. Disini gak ada mesin-mesin manufaktur gitu. Adanya paling mesin printer. 

Akhirnya gue memutar otak (makanya otak gue kebalik) untuk mencari tempat skripsi yang sesuai. Dapatlah sebuah klinik kecantikan tempat gue bekerja di daerah Ciledug, disana gue bisa melakukan skripsi.

Jadi skripsi gue ini menggunakan metode dengan kuesioner yang harus diisi oleh pelanggan. Akhirnya gue buat kuesioner dan menitipkan ke mbak karyawati di klinik itu.

"Ini harus selesai kapan mas?" tanya mba karyawati.

"Ya, lebih cepat lebih baik mba." jawab gue karena memang gue inginnya cepat mendapatkan data, jadi skripsi gue bisa selesai cepet dan gue bisa cepet kawin

"Tapi pelanggan kadang ada yang sibuk mas, jadi gak bisa kita kasih kuesioner, takut ganggu."

"Yaudah, sebulan bisa mba?" tanya gue penuh harap

"InsyaAllah mas."

Gue mengerti masalah ini. Keengganan mengisi sebuah kuesioner adalah hal yang wajar. Karena kita pergi ke suatu klinik kecantikan tentunya ingin mendapatkan perawatan atau membeli produk, tapi ternyata dikasih pertanyaan yang harus diisi. Inikan kadang membuat males mengisi atau mungkin ada yang panik saat di kasih kuesioner.

"Ini kuesioner mba? berapa soal? wah nanti nilainya masuk rapot ya? boleh minta kisi-kisinya mba?" Gue bingung itu pelanggan apa peserta ujian akhir sekolah.

Gue juga kadang males kalau suruh ngisi kuesioner kepuasan pelanggan yang ada di kampus. Karena males membaca pertanyaannya akhirnya gue jawab 'puas' aja semuanya. Biar cepet.

Sekarang gue merasakan sebagai si penyebar kuesioner. Gue jadi mikir ternyata kita yang menyebar kuesioner menginginkan si pengisi mengisi dengan ikhlas dan benar. Begitu kecewa jika kita tahu ada yang males atau ngisi ngasal kuesioner kita. Gue pun menyesal ngisi kuesioner kampus selalu ngasal. Maap ya pus (maksudnya kampus).

Sambil gelisah dan bingung bagaimana membuat pelanggan paling tidak jadi sedikit semangat dalam mengisi kuesioner itu. Akhirnya gue menemukan ide.

"Bagaimana kalau yang ngisi kuesioner, dikasih souvenir gitu mba?" tanya gue ke mbak karyawati, mengajak diskusi.

"Wah boleh tuh mas. Kayak di kantor pajak. Kalau ngisi kuesioner gitu, kita dikasih pulpen."

Gue mikir sejenak. Iya lah kalau mau ngisi kuesioner dikasih pulpen. Kalau gak dikasih, ngisinya pakai apa? pakai gunting kuku? tapi kemudian mbak karyawati melanjutkan kalimatnya.

"Pulpennya ada logo pajak gitu mas. Di desain."

"Oh gitu. Oke saya buat pin nanti buat pelanggan yang ngisi kuesioner."

Akhirnya hari itu gue menemukan ide untuk memberikan pin bagi para pelanggan yang mengisi kuesioner gue. Nanti pinnya gue desain dengan quote kekinian yang cantik, cocok buat para pelanggan klinik kecantikan. Ini maksudnya pin peniti ya, bukan pin atm. 

Pencarian tukang membuat pin dimulai. Gue mencari di internet tempat membuat pin yang murah dan dekat dengan mess gue. Sebenarnya ada tempat membuat pin yang gue sudah lama tahu. Tapi tempat ini harganya lumayan mahal. Gue maunya yang murah aja.

Dapatlah satu situs yang mengutarakan bahwa ia adalah tempat mencetak pin dengan harga yang murah. Disitu ada nomor whatsappnya. Akhirnya gue kontak. Gue mendapatkan info harga dan berapa lama pengerjaannya. Katanya dua hari sudah bisa selesai.

Lalu gue kirim desain yang gue buat hari Selasa kemarin. Gue transfer uangnya penuh ke rekening si pembuat. Dengan asumsi dua hari selesai, maka hari kamis harusnya sudah bisa gue ambil.

Hari Kamis tiba. Gue kirim pesan ke kontak pembuat pin itu. 

"Sudah jadi mas? hari ini bisa diambil?" 

Lama menunggu balasan. Akhirnya masuk sebuah pesan singkat.

"Belum."

Gue membacanya sambil jengkel banget. Pertama, dia gak nepatin janjinya kalau bilang dua hari bisa selesai. Kedua, karena dia balesnya singkat banget anjir. 

Gue langsung membalas pesan itu. Tapi sampai pesan ketiga gue, dia juga gak membalas. Okelah hari itu gue masih pantau dulu.

Hari jum'atnya gue kembali menanyakan perihal pin ini. Dia masih juga belum balas, padahal pesan gue terkirim (ceklis dua). Karena panik takut penipuan, gue telpon kontak itu. Tapi malah di reject. Lengkap sudahlah kepanikan gue. Gue pasti ditipu nih.

Sambil khawatir gue ngecek situsnya lagi. Dari penampilannya keliatannya emang kurang dipercaya. Gue percaya karena murah. Ah, gue salah karena milih cuma karena murah. Gue pun pasrah, kalau ini penipuan gue akan lapor ke pihak berwajib. 

Tapi akhirnya dia membalas pesan gue.

"Pagi mas, maaf besok pagi ya pinnya" katanya.

"Katanya cuma dua hari?! Ini kok jadi lebih dari tiga hari?"

"Iya maaf mas."

Dia cuma minta maaf aja gue langsung tambah kesel banget. Untung dia gak sekalian minta jajan. Gue bertanya lagi.

"Udah dikerjain belum mas? kalau belum tolong kembaliin aja uang saya."

Biasanya kalau penipu gak mau uangnya dibalikin. 

"Udah mas. Belum di press aja."

Wah dia gak mau balikin. Oke gue sepertinya benar ketipu. 

Gue kembali melihat-lihat situsnya. Memang dari tampilannya kurang banget tapi disitu ada nyantumin rekening, nomor telepon, dan lokasi. Gak mungkin sih kalau penipu ngasih tau ini semua. Kan dia gak mau nipu satu orang aja. Berarti asumsinya kalau dia berhasil menipu satu orang. Dia harus mengganti semua itu biar gak kelacak. Gue jadi bingung antara takut ketipu sama takut jatuh cinta lagi (eh gak nyambung).

Gue menanyakan lagi pastinya jam berapa pin itu selesai. Si pembuatnya bilang sekitar jam sepuluh pagi. Oke, gue masih akan tetap percaya.

Sampai tadi pagi. Gue kirim pesan lagi ke dia pas jam sepuluh pagi. Biar kalau dia bilang sudah bisa, baru gue jalan ke tempatnya.

Tapi ternyata si kampret kembali membuat gue kesal dengan membalas chat dengan kalimat.

"Mas, sorry ni, belum selesai pinnya."

Lengkaplah kekesalan gue kepada si pembuat pin ini. Gue langsung telpon dan sambil berapi-api gue bertanya.

"Mas, Halo! Gimana sih? katanya dua hari. Terus katanya hari ini jam sepuluh. Tapi boong semua, nipu ya?"

"Nama saya Hadi mas bukan Halo." 

"Oh iya maap."

Eh bukan gitu percakapannya. Pokoknya dia langsung berkelak dan bilang jam satu mas hari ini. 

Lalu sekitar jam satu siang tadi gue tanya dia lagi.

"Udah selesai belum??"

"Udah mas. Tapi saya lagi di luar. Temuin temen saya ya yang namanya Geri"

Gue pun pergi ke tempatnya menggunakan petunjuk GPS yang lokasinya dia telah kirimkan. Ternyata tempatnya di dalem gang kecil gitu. Wah ini sih dari tempatnya juga udah gak syahdu euy. Lalu sampailah gue di depan pintunya. Disitu sudah ada mas-mas yang lagi guntingin kartu nama. Ya, ini adalah tempat percetakan di sebuah gang kecil. Kecil banget. Kalah nilai matematika gue.

"Mas mau ngambil pin. Atas nama Farhan." kata gue.

"Farhan? Adanya atas nama Hadi."

Lalu gue mengingat bahwa nama Hadi adalah nama mas-mas yang di kontak pembuat pin itu. 

"Oh iya Hadi mas. Saya mesan sama dia."

Gue mulai menyadari kalau situs pembuat pin ini mungkin hanya broker atau penghubung dari klien ke sebuag percetakan. Dan hipotesa gue (lebih ke suudzon sih) si mas Hadi ini baru masukin ke percetakan hari Kamis saat gue mulai bertanya tentang pin. Ah sudahlah, yang penting pin ini sudah jadi dan bisa gue bawa ke klinik kecantikan untuk dititipkan ke mbak karyawati.

Harapan gue cuma satu. Dengan pin ini semoga pelanggan klinik jadi lebih mau mengisi kuesioner, dan semoga hasilnya memuaskan. Semoga pelanggan klinik itu puas pada pelayanan klinik kecantikan itu. Tidak seperti kesalnya gue sebagai pelanggan terhadap pembuat pin kampret. 

Eh tapi murah sih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...