13 Apr 2018

(DRAFT) BKPA : Sebuah Gambar


Di sebuah ruangan laboratorium. Sulay sedang melamun memandang api bunsen yang menyala, memanaskan larutan yang ada di dalam piala gelas, di depannya. Hari ini adalah praktikum pengendapan pertama kali untuk pelajar kelas satu. Ada yang antusias, ada yang takut-takut memegang alat gelas, tapi Sulay melamun bukan karena itu. Yang ada di pikirannya adalah kenyataan bahwa dia benar-benar sekolah di sekolah kimia.


“Empat tahun di sekolah seperti ini?” tanyanya dalam hati.

Dari sudut lain ruang lab terdengar teriakan guru pengawas yang terkenal tegas dalam mendidik siswa di lab. 

“Guru-gurunya galak pula.” Sulay kembali menggerutu dalam hati.

“Sepertinya aku akan drop out.” Tambahnya.

Sulay masih belum terima dirinya bersekolah di tempat yang bukan ia inginkan. Tidak ada mirip-miripnya sama sekali dengan yang ia mau. Bahkan berbeda sekali. Di sekolah ini sangat mengutamakan hitungan dan hapalan pada unsur dan rumus kimia. Sedangkan yang ia inginkan hanyalah menggambar dan berimajinasi.

Tak jarang ketika guru menerangkan di depan kelas. Sulay asyik sendiri menggambar di buku barunya yang bagian belakangnya masih kosong. Dia menggambar karakter imajinasinya atau kadang komik strip tentang lelucon yang ada di pikirannya. Menggambar di kelas tentu hal yang membahayakan, kalau ketahuan dia bisa kena hukuman karena dianggap tidak menghormati guru di depan yang sedang menerangkan.

Lamunan Sulay buyar ketika ada suara yang melesat masuk ke dalam telinganya.

“Kamu yang pakai kacamata!! Kenapa bengong saja?! Sudah mendidih itu larutanmu! Cepat ambil pengendapnya!” kata seorang guru pembina lab.

Sulay panik bahkan lupa apa yang harus dia tuangkan ke larutan agar terjadi pengendapan. Dia harus berpikir cepat sebelum larutan itu kembali dingin. Karena penetapan kadar tembaga dalam terusi harus dilakukan pengendapan dalam suasana hangat.

“Natrium Hidroksida.” 

Sulay melirik ke arah suara itu. Itu suara Manda, perempuan yang jadi teman satu mejanya di lab.
“Buru, pengendapnya NaOH!” kata Manda menyuruh Sulay untuk segera mengendapkan larutannya yang sudah mulai berangsur dingin.

Sulay pun meraih botol pereaksi yang berisi Natrium Hidroksida, lalu menuangkannya ke dalam larutan perlahan-lahan. Pembina lab mengawasi Sulay sambil mendekat ke arahnya.

Air menetes perlahan dari dinding piala gelas. Seperti itulah guru-guru pembina berkata tentang cara mengendapkannya. “Lewat dinding menuangkannya!” katanya. Maksudnya adalah cairan tidak boleh menetes langsung ke dalam larutan, tapi harus perlahan-lahan, merambat melalui dinding piala gelas.

Dari tetesan pengendap itu mulai bermunculan warna biru yang merupakan endapan Cu(OH)2 dalam suasana panas, endapan ini akan terurai menjadi CuO (tembaga oksida) dan air. Itulah yang disebut berhasil, ketika yang muncul adalah endapan CuO yang berwarna hitam.

Tapi sudah lama menetes dan mengaduk larutannya, Sulay belum menemui endapan hitam itu, yang ada hanya endapan biru yang mengambang-ngambang.

“Sudah cukup. Kamu gagal! Coba lagi kalau masih ada waktu!” kata guru pembina sambil menghampiri siswa lain yang sedang mengendapkan.

Sulay menarik nafas panjang. Ia gagal pertama kali dalam praktek laboratorium. Padahal dia sudah berusaha dan hati-hati sekali. Dengan ini dia semakin percaya kalau sekolah ini bukanlah tempat yang tepat untuknya. 

Sulay mencuci alat gelasnya di wastafel lab. Lalu yang ingin dia lakukan selanjutnya hanyalah duduk melamun kembali di mejanya. Tapi saat menuju ke mejanya, dia tidak sengaja melihat ke arah meja yang ada di belakangnya. Di meja itu terdapat buku laporan harian, yang diatasnya terdapat gambar seseorang laki-laki memakai jaket. Gambar itu digambar dengan pulpen.

Sulay seperti melihat hantu. Wajahnya kaget, teriakannya hampir keluar tapi dia tahan karena tidak mau dimarahi oleh pembina lab.

“Gambar manga?” tanyanya dalam hati.

“Di sekolah seperti ini ada yang suka menggambar manga juga? Seperti ku?” 

Sulay lalu mengambil buku laporan harian itu. Mengamati dari ujung ke ujung gambar itu sambil berkata “Ini bagus sekali.” katanya sambil mengusap-usap lembaran kertas itu. Gambar itu memang bagus, tapi  ada yang lebih bagus lagi menurut Sulay. Yaitu ada orang yang sehobi dengannya di sekolah kimia ini. Satu kelas pula.

“Hey, ngapain ngusap-ngusap buku catetan temen gue?” suara Manda terdengar dari sampingnya. Sulay panik lalu menaruh kembali buku laporan harian itu.

“Engga. Gak kenapa-kenapa.” 

“Lu suka sama Asya?” tanya Manda penuh penasaran sambil memasang wajah menginterogasi dengan alis sedikit dipicingkan.

“Gue gak tahu siapa Asya, gue cuma lihat itu gambar tadi bagus banget.” 

Sudah dua bulan kelas dimulai tapi Sulay baru mengenal beberapa kawan di kelasnya. Sisanya adalah orang yang belum dia kenal karena dia orangnya susah bergaul. Dia tidak biasa memulai pembicaraan pada orang yang belum dikenalnya.

Dalam hati, Sulay berkata “Jadi namanya Asya?”. Dia tahu nama seseorang yang menggambar itu tapi dia sama sekali tidak tahu bagaimana rupanya. Yang dia tahu pasti, Asya adalah perempuan. Karena itu kenangan tentang masa SMP nya seperti terputar sebentar. Kenangan tentang kawan lamanya yang jago sekali menggambar. Dalam hati, Sulay mulai menebak-nebak Asya itu orangnya seperti apa.

“Apa Asya mirip dengan dia ya orangnya?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...