4 Apr 2018

Kisah Perjuangan Tatang #30DWC #Ikhlas

Aku sedang berada di kamar kostan ku ketika Tatang tiba-tiba mendobrak pintu dan masuk ke kamarku. Aku yang sedang merapihkan tas dan barang lain di kamar terkejut melihatnya yang langsung masuk tanpa mengetuk. Kalau aku orang lain pasti sudah kuusir dia, tapi Tatang adalah temanku sejak SD yang kini kami bersekolah di SMA yang sama, dan tinggal bersebelahan di kostan yang sama.

"Aku butuh bantuanmu, Raka!" kata Tatang sambil menutup pintu kamarku yang tadi dibukanya.

Aku terus merapihkan barang di kamarku tanpa bereaksi dengan perkataannya. Aku menebak ini hal yang tidak terlalu penting. Seperti kemarin, ia heboh dan berlari ke kamarku hanya karena berhasil menamatkan game di handphonenya, atau saat dia teriak histeris ketika SMSnya dibalas oleh Rani, gadis yang sedang dia taksir di kelas.

Tanganku di genggam oleh Tatang yang mungkin merasa tidak aku hiraukan perkataannya.

"Nanti aja beres-beresnya, dengerin ceritaku dulu. Aku butuh bantuanmu." katanya dengan nada memohon.

"Oke, tapi setelah aku membantumu, kau harus membantuku membereskan kamar."

"Lho, kok kamu pamrih? tapi baiklah, akan aku bereskan kamarmu setelah kau membantuku."

"Selama tiga hari?"

"Enak saja! sehari saja!" kata Tatang sambil melotot dan duduk diatas karpet yang ada di kamar kostanku.

Aku sungguh tidak tahu apa yang akan dia mintakan tolong. Dia kelihatan panik dan tergesa-gesa. Tapi aku menebak dalam hati. Pasti ada hubungannya dengan gadis yang sedang ia taksir di kelas, si Rani.

Yang aku tahu sudah sekitar sebulan ia mendekati Rani dengan cara-cara yang ia pelajari entah darimana. Tampak dalam penglihatanku ketika ia membeli satu batang coklat yang besoknya ia berikan kepada Rani di kelas. Harga coklat itu tidak murah, bisa digunakan untuk membeli makan dua kali dengan porsi lengkap di warteg. Tapi cinta membuat lambungnya dapat mentoleransi mie instan rebus selama tiga hari.

Waktu itu aku bertanya kepadanya.

"Apa kau mengharap pamrih dari coklat yang kau berikan untuk Rani ini?"

 "Tidak dong. Aku tidak mengharap pamrih. Aku ikhlas." Jawabnya.

Aku agak ragu mendengar jawaban Tatang. Jelas-jelas ia mengikuti tips mendekati perempuan dari internet, yang mengatakan gadis akan senang apabila diberikan coklat. Tapi aku tidak mau mendebatnya. 

Beberapa hari setelah itu yang kulihat adalah Tatang sudah berjalan pulang bersama Rani. Aku rasa tips yang ia dapat dari internet lumayan berhasil. Tatang dan Rani sering berduaan di kelas atau di kantin. Mereka sering tertawa bersama, dan yang paling jelas ku amati adalah setiap hari pasti ada sesuatu yang Tatang berikan untuk Rani.

Pada suatu malam di kostan kami, aku bertanya kepadanya yang saat itu sedang memegang boneka beruang berwarna merah jambu di kamarnya. Aku yakin itu untuk Rani besok.

"Apa kau sedang mencoba menjadi matahari dan Rani adalah buminya?" 

"Aku tidak mengerti maksudnya. Tolong jangan pakai bahasa puisi Rak!" 

Aku tersenyum dan berusaha menjelaskan maksudnya. Aku sedang mencari tahu apakah pemberian Tatang kepada Rani seperti matahari yang selalu memberi cahaya terang kepada bumi tanpa mengharap balas. Tapi kembali Tatang menjawab dengan tegas.

"Aku memberikan barang-barang ini, karena Rani adalah cinta sejatiku! pemberianku ini adalah tanda cintaku!"

Kostan Tatang malam itu menjadi seperti panggung orasi cinta seorang anak kostan yang minim finansial tapi pengeluaran terbesarnya adalah untuk membelikan sesuatu kepada gadis yang dia suka.

Sampai saat ini barang yang pernah Tatang berikan kepada Rani adalah coklat, buku catatan, sepaket bunga, boneka, kaos kaki, topi, pulpen lucu dan sebagainya. Aku jadi penasaran kenapa barang yang ia belikan begitu random. Sebenarnya apa yang ia jadikan acuan sebagai tanda bahwa barang itu Rani inginkan.

"Ya, aku membaca statusnya di Facebook, dan mengikuti sesuatu yang dia likes" katanya saat aku tanya tentang itu.

Dan benar saja, dua hari sebelum saat dia mendobrak pintu ini. Dia juga datang dengan tergesa-gesa kepadaku sambil bilang.

"Aku boleh pinjam uangmu dua ratus ribu?"

Aku kaget dengan permintaannya. "Untuk apa?" tanyaku penasaran.

"Rani mau punya tas baru yang harganya tiga ratus ribu. Aku hanya punya seratus ribu untuk minggu ini."

"Kau gila? mau makan apa kau untuk sisa minggu ini?"

"Aku masih ada stok mie instan" jawabnya mantap seperti tidak ada yang salah dengan ucapannya itu.

Saat itu aku tidak meminjamkannya uang karena uang bulananku juga sudah kurang dari itu. Kemudian aku ketahui dia meminjam penghuni kostan lain dan berhasil membelikan Rani sebuah tas slempang baru berwarna pink. Aku melihatnya saat Tatang memberikan kepada Rani di sekolah.

Itulah kabar terakhir yang aku ketahui tentang cerita Tatang dan Rani. Dan malam ini aku sudah bersiap dengan cerita atau permintaan tolong yang aneh dari Tatang.

"Kenapa? Butuh uang lagi?" tanyaku.

Setelah aku bertanya begitu tatang menundukkan kepalanya. Terdengar isak yang muncul dari mulutnya dan tetesan air mata mulai tampak jelas turun dari pipinya.

"Antar aku ke kantor polisi, aku mau laporkan Rani atas kasus penipuan!" kata Tatang dengan suara lantang namun diselingi isak tangis. 

"Penipuan bagaimana?" tanyaku sambil berusaha menenangkan.

"Aku sudah memberikan semua yang ia mau. Dengan uangku yang pas-pasan sebagai anak kost, tapi usahaku sia-sia. Barusan aku lihat di Facebook. Rani jadian dengan orang lain!!"

Perasaanku saat mendengar itu adalah sedih, kasihan, dan lucu. 

Sedih karena aku mencoba mengerti perjuangan Tatang yang berat dalam mendekati Rani. Kasihan karena melihat badan Tatang yang menjadi kurus karena sering makan mie instan saja. Dan lucu karena teringat perkataanku tentang matahari yang memberikan cahaya tanpa pamrih ke bumi.

Lalu aku tersenyum dan mulai memilih kata yang tepat untuk menenangkan sahabatku ini.

"Kamu boleh jadi salah memberikan sesuatu karena berharap pamrih. Dan kamu lebih parah. Memberikan yang bukan kapasitasmu, kepada seorang yang bukan siapa-siapa. Merasa tertipu? tentu, karena dari awal pemberianmu itu transaksional."

Tatang hanya tertunduk sambil terus menangis. Sedang aku melanjutkan kata-kataku.

"Kau tidak bisa mengelak lagi sekarang. Kau memberikan barang-barang itu kepada Rani. Karena ingin diberi cinta olehnya?"

Tatang tetap menunduk tanpa merespon pertanyaanku. Lalu aku ulangi pertanyaan itu sampai ia berkata.

"Iya, aku berharap pamrih dari Rani berupa cinta. Tapi yang kudapatkan hanya senyum, tawa palsu dan pengkhianatan."

Malam itu menjadi malam yang penuh pelajaran bagi aku dan lebih penuh lagi untuk Tatang. 

Aku belajar sambil teringat hal yang ku pelajari dari pengajian dan majlis taklim. Ikhlas bukanlah hal yang ada dimulut, tapi di hati dan dibuktikan dengan tingkah laku. Ketika kita memberi dan berharap dari manusia, kecewa adalah hal pasti. Tapi jika kita memberi dengan harap balasan dari Allah, tentu tidak ada balasan yang lebih baik dari balasanNya. Tentunya pemberian ini bukanlah pemberian yang salah seperti yang dilakukan Tatang. Tapi pemberian dalam hal membantu sesama, sedekah, atau minimal sebuah senyum yang kita lempar setiap hari kepada orang sekitar.

Dan Tatang belajar tentang pengorbanan tidak selalu berbanding lurus dengan cinta. Apalagi pengorbanan yang penuh pamrih seperti yang ia lakukan. Juga cinta sejati tidak butuh pemberian, ia hanya butuh kepastian.

Malam itu, setelah menyelesaikan tangisannya, sambil mengelap air matanya Tatang menatapku dengan tajam sambil berkata.

"Kau masih punya stok mie instan kan?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...