10 Apr 2018

Pertandingan Penting

Pita dirundung kekhawatiran saat menunggu Adi yang belum juga datang. Sudah lama dia menunggu Adi yang katanya ingin menemuinya siang itu. Raut wajah Pita lesu sekali seperti kuda yang tidak makan empat hari. Ini semua karena lamanya menunggu Adi untuk hadir di depannya. Dia sudah menunggu selama.... tiga menit.

Sedetik lebih kemudian, Adi datang berlari dari kejauhan. Mengatur nafasnya yang lebih tidak teratur dari motor di jalanan jakarta, kemudian dia berbicara.
"Maaf aku terlambat Bunda.." katanya kepada Pita yang sedang memasang muka sebal.

"Darimana saja sih Papa?" tanyanya kepada Adi.

"Kau tentu tahu kalau aku ini petualang sejati, jadi aku baru pulang dari perjalanan fantastisku !"

"Ah Papa keren sekali." 

Kemudian mereka berdua menuju sebuah pohon beringin di dekat mereka. Pohon tersebut tidak terlalu besar namun cukup nyaman untuk berteduh dari panasnya surya siang itu. 

"Papa pasti haus, ini minuman dingin untuk Papa." kata Pita sambil menyodorkan sebuah air mineral gelas. Dia menyebutnya minuman dingin, padahal tidak dingin-dingin amat. 
 
Adi menerimanya bersiap untuk menusukan sedotan ke atas gelas air mineral itu.
 
"Ya, memang tidak terlalu dingin airnya. Tapi kalau Papa minum itu sambil lihat Bunda, pasti jadi sejuk." Pita berkata kepada Adi yang sedang meminum airnya.
 
"Wah, iya sejuk sekali perasaan Papa. Semua dahaga hilang begitu saja."
 
Percakapan mereka berdua ini sungguh romantis dan indah. Untuk mereka sendiri. Untuk orang lain yang melihatnya tentu membuat ingin mengeluarkan sesuatu dari perut melalui mulut (baca : muntah).  

Tapi mereka tidak peduli orang lain. Siang itu sedang terik-teriknya. Beberapa orang merasakan panasnya surya juga banyak yang berteduh di sekitar pohon beringin itu. Mereka tentu sangat jadi tontonan gratis bagi para peneduh. Alih-alih malu atau merasa risih, mereka tetap mengadu keromantisan tanpa memikirkan sekitarnya. Dunia ini sedang jadi milik mereka. Orang-orang sekitar hanya numpang pipis lewat.

Ada satu orang dari peneduh bernama Rino. Dari wajah dan perawakannya sepertinya ia dan dua sejoli itu seumuran. Bahkan bukan hanya seumur, Rino kenal betul dengan mereka. Adi adalah sahabat Rino, Pita adalah kasih tak sampainya.

Tentu pemandangan ini membuat siang yang terik menjadi lebih menyengat lagi bagi Rino. Matahari jadi ada dua. Dua puluh. Rino ingin rasanya mengusir kemesraan mereka berdua. Tapi bagaimana caranya, itulah yang sedang ia pikirkan.

Semenit berpikir, Rino mendapatkan ide. Dia lalu menghampiri dua sejoli itu dengan wajah menantang. Sambil memegang sekantung berisi benda yang berharga, dia melangkah mendekati pohon beringin itu. Suara dekap sendal kulitnya sangat terdengar seperti tabuhan genderang perang yang menggebu-gebu.

"Hey kau, Adi!! kata siapa kau bisa memiliki Pita dengan mudah. Pertarungan kita belum selesai!!"

Adi yang sedang tersenyum sambil berbicara dengan Pita tiba-tiba wajahnya langsung berubah menjadi masam.

"Oh, Rino. Sampai kapan kau ingin menelan pil kekalahan?" katanya sambil tertawa kecil.

"Iya betul. Lebih baik kau pulang daripada isi dari kantongmu itu menjadi berkurang bahkan habis." Pita menambahkan.

"Aku akan menang kali ini." 

Barang berharga yang dimaksud adalah sesuatu dalam kantong Rino dan juga kantong yang ada di sebelah saku celana Adi. Barang berharga ini adalah suatu simbol kemahsyuran orang di sekitar situ. Sering diadakan permainan dengan barang itu, yang menang dapat mengambil sebagian barang berharga itu dari lawannya. Siang ini, Rino ingin mengalahkan Adi dalam permainan itu. Tapi bukan barang berharga dalam kantong itu yang dia incar, melainkan Pita yang sudah lama ia menyukainya.

Mata Rino dan Adi beradu saling menatap. Mereka sudah siap dengan kantongnya masing-masing. Juga dengan barang berharga di dalamnya.

"Kau tidak akan menang. Jangan kau harap dapat merebut Pita dariku. Mendapatkan sebagian barang dalam kantung ini saja tidak mungkin." kata Adi meremehkan Rino.

"Majulah. Jangan hanya banyak bicara."

Lalu Adi berdiri dari tempat duduknya di bawah pohon beringin itu. Dia sudah bersiap melangkah ke tempat Rino yang diatasnya tidak ada pelindung. Mereka akan bertanding di bawah terik langsung. 

Adi menggenggam kantongnya. Lalu memandang ke arah Pita yang masih duduk dan berkata.

"Doain papa menang ya Bunda." katanya kepada Pita yang wajahnya lebih cemas daripada saat dia menunggu tadi.

"Iya. Kalahkan dia Pa! jangan kasih ampun! habiskan semua miliknya!" Pita memberi semangat.

Adi kemudian memandang kembali ke arah Rino. Memperhatikannya dengan seksama, sambil mengumpulkan semangat dan keberanian dari dalam dirinya. Lalu dia menarik nafas panjang, dan mengeluarkannya dengan perlahan. Setelah itu dia memandang lagi ke arah Pita, sambil tersenyum dan berwajah penuh semangat, dia berkata.

"Papa berangkat main kelereng dulu, Bunda!!"

Adi berlari ke arah Rino dan pertandingan mereka dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...