19 Apr 2018

Sebuah Masalah Anak SD

Sewaktu jalan sepulang dari kantor, gue melihat ada dua anak kecil yang kira-kira seusia SD kelas empat (gue menebak aja sih) sedang berlarian sambil bermain kata-kataan. Bukan adu rap gitu sih. Lebih ke adu argumen aja. Seperti ini.

"Ciye Riko." katanya ke teman yang di sebelahnya.

"Apasih Diki!" balas yang lain.

Gue awalnya bingung. Dua anak kecil ini adalah perempuan. Tapi kenapa saling panggil dengan nama lelaki? apakah mereka sudah pernah ke Thailand?

Tapi gue kemudian mengerti setelah salah satu dari mereka bilang.

"Ciye, gue salamin sama riko ya." 

"Ih apaan sih Diki!!" 

Oh ternyata mereka sedang saling meledek nama gebetan. Ciye-ciye begitu lah istilahnya Zaman dulu.

Gue tertawa kecil melihat itu, karena kalau tertawa terlalu besar gue akan dikira orang gila oleh mereka. 

Gue tertawa karena masalah seperti itu saja membuat mereka ribut dan riuh. Yang satu bilang mau disalamin ke cowo yang di 'ciecie-in' nya, yang satu panik dan langsung berbalik ngatain dengan nama cowo lain. Dalam hati gue bilang.

"Aduh dek, masalah mu masih sederhana sekali."

Tapi kemudian gue mengingat zaman dahulu. Gue pernah kayak mereka. 

Waktu SD dulu, hidup gue sudah penuh dengan drama. Jadi kira-kira begini ceritanya.

Gue dulu adalah siswa pindahan dari sebuah SD di Jakarta ke sebuah SD di Cilodong. Kedua SD ini berbeda sekali. Dari gedungnya, cara bergaul orang-orangnya, dan kepala sekolahnya (yaiyalah, masa sama). 

Gue pindah waktu kelas tiga. Gue belum ada teman sama sekali disitu. Tetapi sebulan setelah itu, gue sudah dicie-ciein sama seorang cewek bernama Rani. Gue kenapa, tapi ini mungkin karena sebuah peristiwa yang juga sangat drama sekali untuk anak yang masih suka keselek sagon.

Waktu itu ada buku gambar milik salah satu anak yang sok jagoan di kelas. Buku gambar itu seharusnya kosong, tapi di halaman depan sudah ada sebuah gambar aneh. Karena gue dikenal suka menggambar, anak sok jagoan ini tiba-tiba datang ke gue sambil marah-marah.

"Ngaku aja lo! ini gambar lo kan?" katanya.

"Bukan! Beneran bukan gue!" kata gue sambil bernada mau nangis. 

Kemudian muncul Rani sambil bilang 

"Bukan dia kok. Jangan asal nuduh dong. Sok jagoan banget sih!"

Gue bengong, kenapa dia membela gue? kenal aja belum?

Kemudian gue dicie-ciein sama dia oleh teman sekelas.

Waktu dicie-ciein itu, gue merasa seperti dunia sudah mendekati akhirnya. Gue merasa males ke sekolah. Gue merasa kalau di sekolah gue akan selalu diledek dan itu sangat tidak enak. Berat sekali rasanya ujian hidup kala itu. 

Tapi kemudian setelah gue melampaui fase itu dan sekarang udah numbuh bulu ketek di muka. Gue baru sadar kalau itu hal sepele sekali. Dan gue tersiksa dengan hal sepele itu. Karena apa? karena gue terlalu overthinking.

Gue jadi mikir, apa jangan-jangan masalah yang gue rasa berat sekarang, ternyata akan jadi gak penting dan sepele di kemudian hari? gue gak tahu, tapi mungkin saja terjadi ketika gue sudah semakin dewasa dan semakin mengurangi hal yang namanya suudzon, pesimis, dan overthinking pada suatu masalah.
Sekian, salam Crispy.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...