18 Des 2018

Kontemplasi Penulis Malas - Alasan malas menulis

Dulu sewaktu gue masih sekolah, gue pengen banget nulis di blog. Tapi kendalanya adalah gue gak punya gadget yang gue bisa bawa kemana-mana (laptop) untuk nulis. Baru sadar sekarang, kan dulu gue ada smartphone ya? bisa nulis disitu. Eh tapi smartphone gue lelet parah sih. Buka browser aja, dibukanya malem, kebukanya pas udah subuh. #lebay

Dulu sewaktu sekolah, ide cerita tuh banyak. Dari keseharian sekolah di kejuruan kimia yang banyak labnya, banyak tugas dan PR nya tapi sedikit uang jajan (mengheningkan cipta dimulai). Rasanya tiap sudut sekolah bisa jadi cerita. Dari hal-hal umum seperti pelajaran kimia dan praktik di laboratorium sampai hal remeh seperti gue pernah jatuh saat main futsal di lapangan upacara, karena pakai sepatu pantofel. Diliatin gebetan pula dari lantai atas.

Sekarang, dibandingkan waktu sekolah, waktu gue cukup luang. Karena gue bisa pulang ke mess sebelum magrib, sedangkan dulu, gue pulang selalu malam karena ngerjain tugas (atau emang karena main ke kosan temen hehe). Pulang naik bis selalu malam. Selalu dibohongin abang-abang bis. Bilang ini bis terakhir yang ada, sehingga gue harus naik. Jebakan. Selama setengah jam bi situ ngetem, dan banyak bis-bis yang jurusannya sama lalu-lalang. Kampret.

Sekarang bisa dibilang gue punya banyak waktu. Tapi tidak dengan ide. Gue bingung mau nulis apa. Mau nulis tentang pekerjaan sehari-hari? ah kayaknya boring. Lagian gitu-gitu aja sih kerja gue, kayak lagu fourtwnty, zona nyaman. Tapi gapapa deh, asal bukan zona teman (asik).

Sebenarnya menulis dengan ide itu adalah alasan kemalasan (terutama buat gue). Gue bilang, gak ada ide. Jadi gak nulis. Gak ada ide, gak nulis. Ada ide, gak ada waktu. Gak nulis lagi. Terus aja begitu sampai Naga Bonar jadi tiga (sekarang baru ada dua kan).

Lihat aja tuh lima paragraph diatas. Dikira gue nulisnya pake ide? engga sih. Cuma curhat aja tentang kegundahan dan yang ada di hati. Menurut gue, nulis itu kayak ngomong sih. Kita bisa ngomong apa aja kan? tentang curahan hati, puisi, meracau secara kacau, bercerita, dan lain-lain. Begitu juga menulis, kita bisa melakukan itu semua tapi dengan tulisan. Juga seperti bicara, ada tulisan yang enak dibaca, dan kurang enak dibaca. Itulah yang perlu pembiasaan.

Gue berkali-kali denger dari penulis-penulis yang gue suka, Bang Radit, Mas Salman Aristo, bukunya A.S Laksana, video seminar penulisan Fahd Pahdepie, semuanya sama bilang kalau “lebih baik menulis buruk, daripada tidak menulis sama sekali.”. Karena kalau menulis buruk, bisa dibagusin. Kalau gak nulis? apanya yang mau dibagusin? mukanya? (waduh).

Baiklah segitu saja kotemplasi hari ini. Semoga saya terus berani menulis buruk di blog ini. Juga tidak malas mengedit atau rewrite tulisan buruk itu agar menjadi lebih baik. Karena kata bapak Ernest Hemingway. Menulis adalah menulis ulang, menulis ulang, dan menulis ulang.

Baiklah. Tulisan diatas akan gue tulis ulang sebanyak tiga kali di bawah. Gue copy-paste aja gitu (gak gitu sih pemahamannya).

Oke, udah segitu saja.

Salam Crispy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.

Penikmat Crispy

Pemakan Crispy

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...