Dulu sewaktu sekolah,
ide cerita tuh banyak. Dari keseharian sekolah di kejuruan kimia yang banyak
labnya, banyak tugas dan PR nya tapi sedikit uang jajan (mengheningkan cipta
dimulai). Rasanya tiap sudut sekolah bisa jadi cerita. Dari hal-hal umum seperti
pelajaran kimia dan praktik di laboratorium sampai hal remeh seperti gue pernah
jatuh saat main futsal di lapangan upacara, karena pakai sepatu pantofel.
Diliatin gebetan pula dari lantai atas.
Sekarang, dibandingkan
waktu sekolah, waktu gue cukup luang. Karena gue bisa pulang ke mess sebelum
magrib, sedangkan dulu, gue pulang selalu malam karena ngerjain tugas (atau
emang karena main ke kosan temen hehe). Pulang naik bis selalu malam. Selalu
dibohongin abang-abang bis. Bilang ini bis terakhir yang ada, sehingga gue
harus naik. Jebakan. Selama setengah jam bi situ ngetem, dan banyak bis-bis
yang jurusannya sama lalu-lalang. Kampret.
Sekarang bisa dibilang
gue punya banyak waktu. Tapi tidak dengan ide. Gue bingung mau nulis apa. Mau
nulis tentang pekerjaan sehari-hari? ah kayaknya boring. Lagian gitu-gitu aja
sih kerja gue, kayak lagu fourtwnty, zona nyaman. Tapi gapapa deh, asal bukan
zona teman (asik).
Sebenarnya menulis
dengan ide itu adalah alasan kemalasan (terutama buat gue). Gue bilang, gak ada
ide. Jadi gak nulis. Gak ada ide, gak nulis. Ada ide, gak ada waktu. Gak nulis
lagi. Terus aja begitu sampai Naga Bonar jadi tiga (sekarang baru ada dua kan).
Lihat aja tuh lima paragraph
diatas. Dikira gue nulisnya pake ide? engga sih. Cuma curhat aja tentang
kegundahan dan yang ada di hati. Menurut gue, nulis itu kayak ngomong sih. Kita
bisa ngomong apa aja kan? tentang curahan hati, puisi, meracau secara kacau,
bercerita, dan lain-lain. Begitu juga menulis, kita bisa melakukan itu semua
tapi dengan tulisan. Juga seperti bicara, ada tulisan yang enak dibaca, dan kurang
enak dibaca. Itulah yang perlu pembiasaan.
Gue berkali-kali
denger dari penulis-penulis yang gue suka, Bang Radit, Mas Salman Aristo,
bukunya A.S Laksana, video seminar penulisan Fahd Pahdepie, semuanya sama
bilang kalau “lebih baik menulis buruk, daripada tidak menulis sama sekali.”.
Karena kalau menulis buruk, bisa dibagusin. Kalau gak nulis? apanya yang mau
dibagusin? mukanya? (waduh).
Baiklah segitu saja
kotemplasi hari ini. Semoga saya terus berani menulis buruk di blog ini. Juga
tidak malas mengedit atau rewrite
tulisan buruk itu agar menjadi lebih baik. Karena kata bapak Ernest Hemingway.
Menulis adalah menulis ulang, menulis ulang, dan menulis ulang.
Baiklah. Tulisan
diatas akan gue tulis ulang sebanyak tiga kali di bawah. Gue copy-paste aja gitu (gak gitu sih
pemahamannya).
Oke, udah segitu saja.
Salam Crispy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.