Kita membuat acara nginep outdoor di jalanan. Di depan rumah salah satu teman, kita gelar tikar. Waktu itu ada sekitar lima belas orang yang ikut. Kita bakar – bakar jagung, ngobrol, ngelawak, main gambaran, gundu, dll. Menjelang tengah malam, jumlah yang datang berkurang.
Disitulah tinggal gue, Mas Abi (salah satu
tetua yang ada), dan Aldo (salah satu yang paling bocah tapi paling ngocol).
Kami duduk saja bertiga di tikar sambil ngobrol – ngobrol dengan topik yang
sudah mulai habis. Kami masih sabar menunggu tengah malam. Kami beranggapan
malam tahun baru haruslah tidak tidur sampai tengah malam, biar besoknya bisa
cerita ke teman :
“Woy, kemarin gue gak tidur SETAHUN!”
Norak sekali tapi ya begitulah.
Kami bertiga memaksakan diri untuk tidak tidur,
sampai sesuatu yang aneh mulai terjadi. Di tengah – tengah obrolan, ada suara
yang jelas sekali terdengar.
“NGAK” begitu suaranya.
Kami saling lirik. Sambil saling menatap bagai
bilang “Lu dengar itu kan?”
Kami pindah tempat.
Lebih ke ujung jalan. Lalu berbincang lagi.
Sampai ada yang memutus pembicaraan kami. Suara itu lagi.
“NGAK”.
Kini semakin jelas. Kami saling lirik lagi,
sekarang gue gak bsia menahan suara gue.
“EH LU DENGER KAN?”
Mereka gak jawab. Malah suara itu makin
kenceng, kayak udah di samping. Aneh sekali, malam tahun baru kala itu sepi
sekali. Mungkin ramai, di tempat lain, tapi di sekitar kami sepi sekali.
“NGAK!!!”
Tanpa aba – aba kami bertiga langsung kabur ke
rumah masing – masing. Besoknya kami ceritakan ke kawan – kawan dan gaya cerita
kami sudah seperti Toro Margens di acara Gentayangan.
Sebenarnya masih banyak momen tahun baruan yang
gue alami.
Seperti gue pernah tahun baruan di tengah
kemacetan waktu gue sama keluarga pengen pergi ke monas lihat kembang api.
Lagian lihat kembang api jauh – jauh banget. Di abang – abang deket rumah kan
juga ada.
Gue juga pernah tahun baruan sambil dzikir
bersama ustadz Arifin Ilham di masjid At-Tin. Gue diajak nyokap bareng
pengajiannya. Gue waktu itu belum ngerti dan lebih suka merayakan dengan hura –
hura. Sepanjang acara malah menggerutu. Kalau ingat hal itu, ingin sekali
rasanya kembali ke masa lalu, dan jitak kepala sendiri.
Gue juga pernah malam tahun baruan sambil
ngegalau. Ini waktu awal – awal masuk SMA. Gue rencana nembak cewek tapi karena
salah kalimat. Yang ada gue malah jadi galau sangat. (Asik ye rimanya.)
Banyak deh.
Pokoknya begitulah, gue dulu sering beranggapan
bahwa tahun baru adalah hal yang spesial. Harus dirayakan bersama keluarga,
atau teman dengan cara yang meriah. Sekarang gue sadar (atau skeptis) yaelah,
tahun baru gak ada bedanya kayak bulan baru, minggu baru, atau hari baru.
Setiap waktu adalah spesial. Kita bangun dari tidur saja itu sudah merupakan
hal yang sangat spesial. Kita bisa bangun kembali di pagi hari berarti kita
diberi kesempatan oleh Allah untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih
syahdu lagi. Itulah. Setiap waktu adalah spesial dan berharga. Asik.
Sori nih ngomongnya udah kayak Ustadz (eh nulis
deng). Tapi yang gue rasa ya begitu.
Sekian ya.
Salam Crispy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Garing kan? Yuk, kata - katain si penjual krispi biar dia males nulis garing lagi. Silahkan isi di kolom komentar.